Wednesday, July 22, 2020

Kisah Sehari di Era New Normal

Hari ini aku mainnya agak jauh. Hari ini sepupuku, yang juga pemilik perusahaan tempat aku bekerja, dan aku berurusan ke Notaris untuk perubahan anggaran dasar perusahaan. Karena notaris nya masih belum tiba di kantor, kami melipir dulu untuk makan siang dulu.

Kantor notaris ini terletak di daerah Tanjung Duren, yang mana merupakan salah satu surga makanan enak. Mata ku nyalang membaca plank-plank restoran di situ. Nasi campur, kwetiau goreng, pempek, pisang kipas, es campur kacang merah, .... #berkunang-kunang

Kami akhirnya memilih makan siang di restoran yang menyediakan menu bakmie ayam yang hanya berjarak dua ruko dari kantor Notaris. Bukan restoran fancy, tempatnya di ruko satu pintu, tapi kata sepupuku, ini salah satu bakmie ayam yang paling legendaris di ibukota.

Restoran itu setengah terisi. Tadinya kami mau makan di ruangan bagian dalam, yang dilengkapi AC. Ternyata AC tidak dinyalakan, mungkin mereka mengikuti anjuran dan protokol kesehatan selama masa pandemi ini. Sebenarnya kami juga tidak terlalu keberatan duduk di ruangan tanpa AC, seandainya salah satu pengunjung tidak sedang merokok. Sebal!

Di restoran itu tidak terlalu ketat penerapan protokol kesehatan masa pandemi. Tidak ada pengecekan suhu, tidak disediakan tempat cuci tangan dan sabun di depan. Aku kurang memerhatikan apakah di meja depan tadi ada disediakan hand sanitizer. Pengunjung memesan makanan di meja depan, persis di pintu masuk. Jadi pelayan tidak lagi datang ke meja-meja pengunjung untuk menanyakan pesanan. Semua pegawainya mengenakan masker dan penutup kepala.

Tidak ada pengaturan khusus untuk letak meja dan kursi. Memang aku belum pernah mengunjungi tempat itu sebelumnya, tetapi kalo dinilai dari jarak antarmeja, aku rasa tidak ada perubahan. Tidak sempit atau pas-pasan, tapi juga gak berjarak semeteran. Biasa aja. Pengunjung juga bebas kalau mau duduk empat orang dalam satu meja.

Pesanan kami pun datang. Satu mangkuk terdiri dari bakmie yang teskturnya kenyal dan empuk, dan irisan rebusan ayam kampung yang banyak. Kuahnya gurih khas kaldu ayam. Tambahannya hanya irisan daun bawang dan sambel. Kami juga memesan pansit goreng. Selain dua menu itu, mereka juga menyediakan bakso dan pansit rebus.

Bakmie Ayam nan Legendaris. Sedap! (dok.pribadi)

Rasanya beneran enak. Mengingatkanku pada bihun bebek yang terkenal di Kota Medan. Bedanya, yang ini tidak pakai sayuran sawi atau toge. Kelezatannya mampu membuat rasa rindu kuliner kampung halaman sedikit terobati. Sayangnya (atau malah untungnya? ) jaraknya cukup jauh dari kost-an. Rugi ongkir kalau pesan pakai ojol.

Setelah makan, kami merapat ke kantor Notaris. Semua orang menggunakan masker, dan walaupun ruangan ber-AC, bapak Notaris membuka pintu ruangannya. Kami tidak berlama-lama di sana. Setelah urusan selesai, kami pun bergerak pulang.

Sebelum pulang, kami singgah dulu ke Grand Indonesia. YAY!! Rasanya semangat sekali ketika akan masuk mall. Sejak akhir Maret, inilah pertama kalinya aku main ke mall. Tujuannya sih bukan mau jalan-jalan juga, tapi mau beli hati ayam di supermarket. Soalnya aku belum pede beli hati ayam secara online maupun di pasar di dekat rumah kost.

Di pintu masuk mall seperti biasa ada scanner untuk barang dan alat detektor yang harus kita lewati. Petugasnya menggunakan masker dan face shield. Sesampai di dalam, pengunjung melewati kamera dengan deteksi suhu, jadi tidak perlu “ditembak” lagi dijidat. Sepupuku menyenggolku, “Tuh, ayo senyum ke kamera”. Lalu dia melambai-lambaikan tangan ke arah kamera, dan aku pun mengikuti suri tauladannya hihihi

Seluruh petugas di mall menggunakan masker dan face shield. Biasanya di mall itu banyak tempat duduk tempat pengunjung menunggu atau beristirahat. Tempat duduk itu tetap ada, tapi jumlahnya jauh berkurang. Kami lalu singgah dulu di salah satu bank yang ada di lantai basement. Tujuannya sih hanya ke ATM, tapi karena letaknya ada di dalam area bank, tetap harus mengikuti protokol kesehatan. Sekali ini, akhirnya kejadian juga “ditembak” di jidat.

Setelah dari bank, kami lanjut ke supermarket. Di sini tidak ada urusan “tembak-menembak”. Tidak ada prosedur khusus untuk masuk ke supermarket. Seluruh petugasnya menggunakan masker. Setelah selesai belanja, kami pun pulang.

Ketika pulang, kami  melewati salah satu gerai kopi. Pengunjungnya cukup banyak, tetapi kelihatannya mereka sudah menjarangkan jarak antarmeja. Seingatku gerai kopi ini kalau penuh akan terlihat sesak karena letak meja yang berdekatan.

Secara umum, pengunjung mall maupun supermarket memang tidak banyak. Relatif sepi dibanding hari biasa pra-pandemi. Aku tidak tahu apakah pihak mall ataupun supermarket memberlakukan pembatasan jumlah pengunjung. Bisa jadi mereka punya sistem untuk menghitung jumlah pengunjung, walaupun aku tidak melihat ada alat penghitung atau sejenisnya.

Semua pengunjung yang berpapasan denganku menggunakan masker, beberapa bahkan menggunakan face shield. Bisa jadi kebetulan saja, karena mall itu cukup luas, dan praktis aku hanya singgah ke dua tempat tadi. Jadi aku tidak tahu apa yang terjadi apabila ada pengunjung yang tidak memakai maskernya, apakah akan diizinkan masuk, atau apakah akan ditegur petugas jika kejadiannya ketika sudah berada di dalam mall.

Pertama kali masuk mall setelah berbulan-bulan.
Wajib diabadikan! (dok.pribadi)

Dari pengalaman hari ini, aku melihat ada persamaan dan perbedaan ketiga tempat yang aku kunjungi hari ini. Persamaannya, semua pihak pemilik tempat (restoran, kantor, mall) menggunakan alat pelindung seperti masker dan faceshield. Perbedaannya, tidak semua mereka mewajibkan pengunjung menggunakan alat pelindung (dengan asumsi bahwa pihak mall lebih ketat dalam menerapkan hal ini).

Kesimpulannya, semua terpulang pada diri sendiri. Pemerintah memang mengeluarkan sederet peraturan beserta sanksi dan dendanya. Tapi mereka kan tidak mungkin menjaga setiap jengkal ruang publik di negara ini. Kesadaran menjaga kesehatan, menjaga kebersihan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, menjalankan protokol kesehatan, semua itu adalah tanggung jawab pribadi masing-masing. Itu adalah bagian kita sebagai masyarakat dalam usaha mengatasi pandemi ini.

Memang menggunakan masker itu rasanya menyesakkan. Tapi itu tidak sebanding dengan rasa sesak kalau kita sakit. Dan lebih tidak sebanding lagi dengan rasa sesak ketika kita tidak sakit namun orang-orang terdekat kita sakit karena kita yang menularkannya.

Lupakan masa lalu, jangan gagal move on berkelanjutan, halu tak berkesudahan. Ini adalah tatanan hidup baru. Yuk, sama-sama kita saling menjaga, supaya pandemi ini segera berlalu.


No comments:

Post a Comment