Friday, July 10, 2020

Paduan Suara yang Istimewa

Salah satu hobi ku adalah mendengarkan musik dan bernyanyi. Tuhan mengaruniakan telinga yang peka nada dan tidak tone deaf seperti Dokter Seong-hwa. Walaupun demikian, ini tidak berarti orang lain suka mendengarkanku bermain musik atau bernyanyi. Namun ada cara lain yang bisa kulakukan untuk menyalurkan kesenanganku ini, yaitu melalui Paduan Suara. Dalam Paduan Suara, aku akan bernyanyi bersama-sama dengan orang lain. Masing-masing anggota Paduan Suara memiliki bagian dan tanggung jawab atas bagian dari satu lagu, untuk dipelajari, dilatih, sehingga dapat dinyanyikan dengan baik. Sehingga ketika setiap orang menyanyikan bagiannya, maka suara itu akan menyatu, berpadu membentuk suatu harmoni.

Sepanjang hidup yang baru memasuki Generasi 4.0 ini, ada dua paduan suara yang paling istimewa buatku, dimana aku tergabung menjadi anggotanya.


1.         St. Chronicles (Chro)

St. Chronicles, atau yang lebih sering kami sebut “Chro”, adalah Paduan Suara SMA St. Thomas 1, Medan. Chro merupakan salah satu kegiatan ekstrakulikuler di sekolah ku dulu. Tergabung dalam Chro merupakan salah satu hal yang istimewa yang kuingat dari sejarah masa SMA ku. Aku dan teman-teman, yaitu Chro Angkatan 3, adalah angkatan pertama yang mengikuti Festival Paduan Suara dan Vokal Group Antarsekolah setingkat SMA ketika itu, levelnya se-Kota Medan. Kami mendapatkan Juara 1 untuk kategori Paduan Suara. Padahal ketika itu kami tampil dengan kostum pinjaman, ke gedung dengan angkutan umum, tanpa guru pendamping. Prestasi itu sungguh membanggakan, dan membuat kami, Angkatan 3, cukup solid. Sampai sekarang pun sebagian besar dari kami masih tetap berkomunikasi.

Sampai sekarang Chro tetap eksis sebagai kegiatan ekskul di SMA St. Thomas 1 Medan. Beberapa kali aku pernah diundang juga oleh Chro untuk datang dan ngobrol-ngobrol dengan para anggota baru. Walaupun usia kami sangat jauh berbeda (bahkan mungkin aku seusia Mama mereka) tapi karena kami adalah satu keluarga besar Chro, maka panggilan Kakak-Adik tetaplah berlaku. Senang sekali rasanya kalau berkumpul dengan mereka. Rasanya muda terus haha

 

2.       Paduan Suara Gabungan Immanuel

Selama kuliah di Bandung dan bekerja di Kota Bireuen, aku tidak meneruskan kesukaan ber-Paduan Suara. Pernah suatu kali diajak oleh seorang pengurus gereja tempatku beribadah setiap Minggu untuk bergabung dalam Paduan Suara, tapi entah kenapa, aku tidak jadi bergabung.

Tahun 2011, setelah selesai proyek di Kota Bireuen, aku mendapat pekerjaan di Kota Medan. Sejak saat itu aku bergabung dengan paduan suara di gereja ku, HKBP Medan Kota. Namanya Paduan Suara Gabungan Immanuel, yang sering kami sebut dengan “Immanuel” saja.    

Immanuel, yang berdiri tahun 1993, adalah paduan suara yang cukup unik. Unik karena beranggotakan keluarga, yang terdiri dari Ayah Ibu dan anak-anaknya. Selain aku, Papi dan Mami juga anggota dari Immanuel. Mereka adalah salah satu anggota yang sudah bergabung sejak Immanuel didirikan. Dulu ketika masih SMA aku sering menunggui mereka latihan seusai kebaktian. 

Beberapa anggota yang ketika bergabung di awal masih berstatus lajang, ketika kemudian menikah, maka mereka akan membawa pasangannya, dan kemudian anak-anaknya, bergabung dalam Immanuel.  Jadi selama 27 tahun ini, anggota Immanuel sudah berkembang beranak-pinak. Selain karena faktor “kekeluargaan”, banyak juga anggota baru yang datang, sehingga makin lama Immanuel makin berkembang.

Tidak mudah mempertahankan suatu organisasi untuk bisa terus berjalan. Immanuel pun pernah mengalami masa-masa “paceklik”, masa-masa tanpa latihan dan tanpa pelayanan. Namun, sekitar tahun 2010 (atau mungkin beberapa tahun sebelumnya), Immanuel akhirnya bangkit. Mulai bergerak lagi. Mulai melayani lagi lewat lagu pujian.

25 Tahun PS Gab. Immanuel
"Aku Hendak Menyanyi Bagi Tuhan Selama Aku Hidup" - Mazmur 104 : 33
(dok. pribadi)

Tahun 2018, kami mengadakan syukuran untuk merayakan Paduan Suara Immanuel berulang tahun yang ke-25. Kalau biasanya yang mengurusi segala sesuatu adalah orang tua, sekali ini yang jadi panitia pelaksana adalah para anakmuda. Orangtua boleh duduk manis dan menikmati acara. Segala persiapan kami rencanakan dan jalankan dengan melibatkan semua anggota yang masih bergenre “anakmuda”. Sayangnya, ketika puncak acara, aku harus bertugas ke luar kota, sehingga hanya bisa menikmati lewat foto-foto. Sedih.

Acara tersebut berlangsung dengan sukses. Semua orang menikmati jalannya acara, dan walaupun ada friksi di sana sini, tetapi kepanitiaan ini tidak menghasilkan “barisan sakit hati”.

Gank "Anakmuda" bersama Ompung kami, anggota Immanuel yang paling senior
(dok. pribadi)

Sebagian besar anggota Immanuel aku kenal semenjak aku masih SMA. Mereka adalah Ompung, Om, dan Tante, yang aku kenal dan mengenalku lebih dari setengah usia hidupku. Buat ku, juga Papi dan Mami, mereka sudah seperti keluarga. Ketika tahun 2019 Papi berulang tahun yang ke-70, kami tidak mengadakan pesta besar seperti yang biasa dilakukan orang-orang, tapi kami merayakannya dengan syukuran bersama keluarga Immanuel. Acaranya berlangsung sederhana, diadakan di gereja selepas kebaktian. Meskipun sederhana, rasanya sangat istimewa, karena merayakannya bersama orang-orang yang istimewa.

No comments:

Post a Comment