Wednesday, August 5, 2020

Forgiven and or Forgotten (?)

Konon katanya, tiga kalimat yang paling sulit diucapkan adalah: “Maaf”, “Tolong”, dan “Terima kasih”.  Kalau mau di-ranking, mungkin “Maaf” adalah yang pertama, “Terima kasih” itu kedua, dan “Tolong” itu yang ketiga.

Maaf bisa berarti memaafkan, atau meminta maaf. Keduanya sama sulitnya. Ada yang lebih sulit lagi, yaitu memaafkan dan melupakan.

Suatu ketika aku sedang duduk bersama seorang teman satu komunitas yang sudah jauh lebih senior. Ketika itu kami sedang sama-sama menunggu jemputan. Sama-sama bosan mengoprek isi gadget, kami pun mengobrol ngalor ngidul. Mula-mula bicara tentang kegiatan kami di komunitas tersebut. Kalau pembicaraan sudah lebih dari tiga puluh menit, sudah bisa dipastikan bakalan masuk ke topik “ngomongin orang”. Sebenarnya “ngomongin orang” ini gak selalu salah, selama yang dibahas adalah hal-hal baik dan hal-hal yang yang sudah jelas status kebenarannya.

Temanku ini mulai bercerita tentang dua orang dalam komunitas kami yang aku kenal cukup dekat dengan nya, yaitu si Anu dan si Badu. “Aku sih gak mau ingat-ingat  masa lalu ya... pernah aku lagi butuh banget, terus ku hubungi si Anu. Tahu gak, gak mau lho dia bantu. Padahal, kan gak ada susahnya urusanku itu buat si Anu. Tinggal angkat telpon aja.” Lanjutnya “Kalau si Badu... ah, pernah sakit banget hatiku dibuatnya... masa’ kan... blablabla”. Sebentar dia terdiam, lalu berkata, “Tapi ya sudahlah, aku gak mau ingat-ingat lagi itu semua, namanya pun teman ya...”.

Aku geli mendengarkan kalimatnya. Untuk orang yang mengaku tidak mau mengingat, ternyata temanku ini mampu menjabarkan dengan sangat detail seluruh kejadian yang tidak mengenakkan itu. Pengen ketawa, tapi takut dosa :p

Katanya, memaafkan dan melupakan itu tidak bisa satu paket. Hanya bisa terjadi salah satu. Memaafkan, tapi tidak melupakan. Benarkah?

Memaafkan itu pilihan. Tidak ada orang yang tidak bisa memaafkan. Persoalannya hanyalah mau atau tidak mau.

Melupakan itu anugerah. Kita tidak bisa dengan sadar melupakan sesuatu. Namanya pun lupa. Biasanya malah semakin berusaha lupa, maka semakin lekat dalam ingatan.

Memaafkan sebaiknya disertai dengan melupakan. 

Memaafkan dan melupakan artinya bersedia memberikan kesempatan kedua, meskipun kesempatan itu disertai dengan berbagai rambu peringatan. Wajar saja, karena setiap orang belajar dari pengalaman.  Memaafkan dan melupakan artinya kita tidak mengungkit-ungkit masa lalu setiap kali ada kesempatan. Memaafkan dan melupakan artinya kita beradaptasi dengan kenyataan, menyesuaikan "setelan", untuk bisa terus berjalan.

Memaafkan dan melupakan itu faedahnya lebih besar untuk diri kita sendiri sebagai pelakunya.  Membuat hidup lebih ringan bahkan tanpa beban.

(Sebuah catatan bagi diri yang sedang belajar untuk memaafkan dan melupakan)


No comments: