Wednesday, August 12, 2020

Moon Sang-tae, The Beautiful Soul Oppa

“Jangan menangis, Gang-tae”, kata Sang-tae sambil memeluk adiknya yang sudah banjur air mata. Layar laptop mulai tampak kabur karena aku pun otomatis banjur air mata menonton cuplikan scene penutup dari drama Korea “It’s Okay to Not Be Okay” (2020). Drama tentang kisah cinta sepasang anak manusia dengan tumbuh besar dengan luka batin, Moon Gang-tae dan Ko Moon-young. 


Poster Drama Korea "It's Okay To Not Be Okay" (sumber: Kpop Chart)


Moon Gang-tae (Kim Soo-hyun) dibesarkan dengan kewajiban untuk menjaga dan melindungi kakak laki-lakinya, Moon Sang-tae (Oh Jung-se), yang menderita autis. Di usia yang masih sangat muda, Moon bersaudara telah kehilangan kedua orang tua mereka. Sejak saat itu, hidup Gang-tae hanya berpusat pada kakaknya. Seumur hidupnya dia harus mengalah dan mengesampingkan kebutuhan dan keinginannya, meredam, menyimpan, bahkan memalsukan emosi demi Sang-tae, yang sangat sensitif perasaannya.  

Ko Moon-young (Seo Yea-ji) adalah seorang penulis buku cerita anak-anak yang terkenal. Moon Sang-tae adalah penggemarnya. Moon-young mengalami trauma masa kecil. Dibesarkan di sebuah rumah besar bak istana, namun dingin tanpa cinta. Ketika dewasa, Moon-young menderita gangguan kepribadian anti sosial. Bertindak semaunya, dan punya kecintaan pada benda tajam. 

Drama ini tidak lepas dari ke-klise-an drama Korea. Gang-tae dan Moon-young adalah teman masa kecil. Moon-young adalah cinta pertama Gang-tae. Sejak kematian ibu mereka, Moon bersaudara pergi meninggalkan kampung halaman, dan tinggal berpindah-pindah kota. Sampai suatu saat, setelah mereka dewasa, Gang-tae dan Moon-young bertemu kembali. 

Kisah cinta mereka dipenuhi pengingkaran dan belenggu masa lalu. Namun sesungguhnya mereka saling melengkapi, saling memulihkan. Gang-tae menjadi peredam (safety pin) bagi Moon-young yang emosinya meledak-ledak. Moon-young menjadi pemicu bagi Gang-tae untuk mulai berani mengekspresikan perasaan yang selama ini diredamnya. 

Kisah cinta yang berakhir manis dan bahagia. Chemistry-nya, haduh… tingkat dewa! Pemuas jiwa si penggila romansa. Namun, buatku, bintang lapangan yang sesungguhnya adalah Moon Sang-tae, the beautiful soul oppa. 

Moon Bersaudara - Sang-tae dan Gang-tae (sumber: Soompi)

Penderita autis memiliki respon yang berbeda dibandingkan orang pada umumnya. Untuk rangsangan yang sama, bisa jadi mereka sangat sensitif, atau malah tidak responsif sama sekali. Sebagai seorang penderita autis, Moon Sang-tae harus belajar mengenali bentuk-bentuk emosi yang umum itu. Ia belajar mengenalinya dari mengingat bentuk raut wajah, seperti apa itu bahagia, marah, sedih, dan sebagainya, dimana salah satu keistimewaan penderita autis adalah mereka memiliki daya ingat yang kuat. 

Sang-tae sulit berkomunikasi dan berinteraksi secara sosial, sehingga sejak kecil dia jadi korban perundungan. Sang-tae dipandang sebagai si lemah yang harus selalu dijaga dan dilindungi. Tapi dalam kisah ini, justru kita bisa belajar banyak dari seorang Sang-tae.

Sang-tae tidak mengenali emosi sama seperti orang pada umumnya. Buat Sang-tae, yang ada hanyalah salah atau benar. Bohong itu salah, dan jujur itu benar. Sang-tae sangat benci dengan kebohongan, dan karena itu ia selalu menyampaikan pendapatnya dengan jujur dan apa adanya. No sugarcoating. No “spik-spik nabi”. Sang-tae hanya akan menyajikan fakta, bukan rekayasa. 

Sang-tae tidak mau menjadi beban orang lain. Dia tidak suka kalau adiknya memperlakukannya seperti anak-anak. Sang-tae tahu dia adalah manusia dewasa, dan selalu berusaha untuk mandiri. Bepergian seorang diri, melakukan berbagai pekerjaan rumah, sampai mengumpulkan uang dengan cara bekerja. Sang-tae bercita-cita membeli sebuah mobil karavan, sehingga mereka tidak perlu repot-repot packing setiap kali harus pindah kota “untuk menghindari kupu-kupu”. Bukan sekedar cita-cita lho. Sang-tae bekerja dengan data, sehingga tahu persis berapa jumlah uang yang harus dikumpulkannya. 

Sang-tae adalah seorang profesional, dan dia mencintai pekerjaannya. Sang-tae terbuka menerima kritikan atas karyanya. Dia menerima apa yang menjadi kelemahannya, dan mau belajar untuk memperbaiki kelemahan tersebut, sehingga hasil karyanya pun menjadi lebih baik. Walaupun sulit, dia tidak mau meniru karya orang lain. “Kalau meniru, berarti itu bukan karyaku yang sesungguhnya” kata Sangtae.

Sang-tae dengan berani memutuskan untuk tidak lagi melarikan diri dari kenyataan. Ia berusaha melawan ketakutan dan menghadapi traumanya. Siapapun pasti sulit melakukannya, namun Sang-tae berani memaksa dirinya untuk menemukan ‘pintu’, dan keluar dari trauma masa lalunya.

Sang-tae tidak mengerti apa itu autis. Yang dia tahu dia adalah seorang kakak yang berkewajiban melindungi adiknya dan harus dapat diandalkan. Sang-tae sayang sekali pada Gang-tae, dan dia merasa adiknya mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari ibu mereka. Walaupun Gang-tae berusaha ‘menipu’ mata kakaknya dengan selalu menutupi perasaan dengan senyum, namun mata hati Sang-tae lebih tajam. Sang-tae tahu kalau jiwa sang adik sedang sakit.  

Sang-tae sempat terlihat egois, seakan-akan dia ingin menguasai Gang-tae. Bukan itu sebenarnya alasannya. Penderita autis sulit menerima perubahan, dan dia merasakan perubahan pada Gang-tae. Lebih marah lagi ketika Gang-tae menutupinya dengan kebohongan. Dia merasa ditinggalkan. Tapi, ketika melihat Gang-tae tersenyum dalam tidurnya, sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya, dia pun mengerti bahwa sang adik bahagia. Apa yang ditakutkan Sang-tae tidak terjadi. Dia tidak kehilangan adiknya, malahan mendapatkan satu ‘adik’ lagi, yaitu Moon-young. Mereka bertiga telah menjadi satu keluarga.

Keluarga ditandai dengan foto bersama (sumber: Kanal247)

Sang-tae menunjukkan cintanya yang tulus dengan sederhana. Tidak ada yang terlalu kecil atau terlalu besar. Sang-tae membagi bonus yang diperolehnya sebagai uang jajan untuk Gang-tae dan Moon-young. Padahal mungkin untuk Gang-tae, apalagi Moon-young, jumlahnya sangat kecil. Ketika Moon-young tidak mau makan, Gang-tae datang membawakan makanan kesukaannya, kemudian membujuk, bahkan ‘memperdaya’ dan menyuapi Moon-young supaya mau makan. 

Sang-tae menghormati setiap bentuk kehidupan, menyayangi benda-benda. Dia mengucapkan salam kepada semua orang yang ditemuinya, bahkan kepada tumbuhan dan hewan. 

Cinta Sang-tae adalah cinta yang membebaskan. Sang-tae menghargai adiknya sebagai pribadi yang terpisah, sebagai pribadi yang dewasa. Sang-tae tahu adiknya tidak akan pernah sanggup melepaskannya. Karena itu, Sang-tae lah yang membebaskan Gang-tae dari beban tanggung jawab atas dirinya. Caranya dengan menunjukkan kepada adiknya bahwa dia mampu mandiri. Dia sudah punya pekerjaan dan sedang membangun kehidupan. 

Ah, rasanya tak cukup kata-kata menggambarkan Sang-tae, sang pribadi yang istimewa. Tak bosan-bosan aku menonton aktingnya. Salut untuk pemerannya, Oh Jung-se, yang punya penghayatan luar biasa. 

Dari drama ini, kita bisa belajar bahwa setiap orang punya tantangan dan perjuangan masing-masing. Bahwa keluarga adalah yang terutama, dan keluarga harus bersama. Walau sering bertengkar atau berselisih paham, tapi keluarga harus saling memaafkan dan saling menguatkan.

Drama “It’s Okay To Not Be Okay” ini berakhir hari Minggu kemarin. Namun aku sudah rindu menyaksikan lagi kisah mereka bertiga. Gang-tae yang ganteng, Moon-young yang manis, dan Sang-tae yang penuh cinta. 

No comments: