Belakangan ini mager maksimal kalau sudah menyangkut urusan yang menuntut usaha untuk keluar dari unit. Sama urusan yang di dalam unit aja mager, apalagi di luar, cuy! Cuaca yang gak kondusif adalah salah satu biang kerok kemageran ini. Sejak akhir Desember, Jakarta mulai akrab dengan mendung, hujan, dan, unfortunately, banjir. Menambah keriuhan ibukota yang sudah akrab sangat dengan polusi, cuaca pun ikutan menggalau. Mendung yang tidak berarti hujan, dan panas yang mendadak hujan. Galau merana bagai remaja putus cinta.
Namun hari ini, mau gak mau harus menembus kemacetan ibukota demi kemaslahatan diri sendiri. Urusan tidak akan beres sendiri toh?
Kelar berurusan, menjelang sore aku kembali ke tempat tinggal dengan kendaraan umum. Turunnya di halte dekat kompleks. Langit mulai gelap. Mendung. Angin semilir dingin. Kalau sudah begini, paling enak ngapain?? Yak benaarrr.. makan gorengan!
Menjelang sore, biasanya satu persatu pedagang kaki lima sekitaran kompleks mulai membuka lapak. Jenis makanan dan dagangan yang ditawarkan cukup lengkap. Mulai gorengan sampai dimsum, bakso bakar sampai sate padang, bahkan mille crepes juga ada, lho! Hmm... mungkin nanti aku bikin tulisan tentang makanan kaki lima pinggir kompleks deh. Bisa jadi berapa artikel tuuh...
Kembali ke niat makan gorengan.
Salah satu menu gorengan yang ditawarkan, sekaligus menjadi favoritku, adalah odading. Kue asin manis ini biasanya didagangkan sepaket dengan rekan-rekan sejawatnya, seperti cakwe, donat, dan onde-onde.
Menurut sebuah sumber, odading sudah ada sejak jaman kolonial Belanda. Alkisah seorang anak kecil Belanda merengek minta dibelikan roti goreng yang tidak bernama. Ibunya penasaran kue apa yang diminta si anak. Lalu si ibu memanggil seorang penjaja kue keliling. Melihat roti goreng yang menjadi sumber rengekan si anak, si ibu heran lalu berkata, "O, dat ding?" yang artinya "O, benda itu?". Si penjaja kue menceritakan kejadian ini kepada orang-orang di kampung, bahwa kue yang tak bernama itu disebut odading oleh orang Belanda yang membeli dagangannya. Istilah itu menjadi populer dan terus melekat sampai sekarang.
Kue ini sebenarnya sudah kukenal sejak aku kecil, namun di Medan sebutannya bukan odading. Istilah odading sendiri aku kenal ketika tinggal di Bandung. Di Medan kue ini disebut dengan kue bohong. Ketika kutanya, kata Mami disebut begitu karena bagian tengahnya kosong, padahal bentuknya yang besar mengesankan di dalam ada isiannya. Kue hoax dong ya... hihihi
Kue bohong, cakwe, dan rekan-rekannya (sumber: Facebook Makanmana) |
Ternyata odading ini memang memiliki banyak sebutan. Disinyalir, aslinya kue ini aslinya bernama han cim piang atau han chim peng, dibawa oleh keturunan Tionghoa sampai ke Indonesia. Kalau di Medan disebut kue bohong, maka di Jakarta disebut kue bantal. Geser ke Yogyakarta, namanya ganti menjadi galundeng. Melipir dikit ke Solo, namanya ganti menjadi gembukan. Sampai di Semarang, eh namanya ganti lagi menjadi bolang-baling, yang diduga berasal dari proses penggorengan kue ini yang dilakukan dengan membolak-balik adonan. Banyak kali sebutannya, ya... KTP nya pasti nembak! 😛
Sambil berjalan menuju gerbang kompleks, mataku memindai cepat deretan lapak dagangan. Yay... ternyata lapak odading favorit sudah mulai dagang. Istimewanya si odading ini, adonannya diolah di tempat. Jadi kita bisa nontonin kang odadingnya bikin adonan, memotong-motong, mengisi, lalu menggoreng sampai jadi odading. (Ketika atraksi tukang odading menjadi menarik, disitulah kau menyadari betapa recehnya dirimu.)
Lapak odading ini sistemnya touch screen, gaes... alias kita tinggal menyentuh kaca gerobak si abang sambil menunjuk varian yang kita mau. Aku memilih odading kosongan, isi coklat, dan isi kacang hijau. Aromanya sungguh menggoda karena fresh from the wajan. Mendung dingin gini, pasti enak banget disantap dengan kopi panas.
Mungkin bahan dasarnya sama, tapi odading yang ini tidak berbohong. Well... setidaknya tidak semua. Ada yang bohong karena kosong, tapi ada juga yang jujur karena ada isiannya. Etapi isinya dikit sih... 😜
Kue bohong isi ketan, kudapan khas Medan (sumber: Betamakan) |
Walaupun tidak ada yang pakai isian, tapi ada satu varian kue bohong Medan yang tidak kutemukan di Jakarta. Kalau di Medan, ada varian kue bohong yang diisi ketan. Bukan diisikan kedalamnya sebenarnya. Mungkin lebih tepat olahan ketan dengan tepian adonan kue bohong. Ketannya terasa krenyes-krenyes karena ikut digoreng. Ini. Enak. Pakai. Banget!