Akhirnya...
Setelah tidur musim dingin nan berkepanjangan, akhirnya hari ini blog ini tahun baruan juga... huhuy!
Aku sudah mulai ngeblog dari sejak jaman masih kuliah, sudah beberapa presiden yang lalu. Berganti alamat blog beberapa kali. Temanya sesuai mood saja, sesuai apa yang lagi terpikir demi mengejar setoran hahaha Namanya juga penulis aliran moodis 😎
Kalau dipikir-pikir, sepertinya aku mulai (semakin) jarang menulis setelah mulai mengecap dunia per-podcast-an. Podcast terasa lebih simple dan ringkes. Tinggal mangap.
Tahun baru adalah momen untuk membuka lembaran baru, memulai babak baru. Oleh karena itu, di awal tahun ini aku mengambil langkah iman untuk kembali menulis. Semoga bisa bertahan untuk terus melangkah ya, dwi....
Pergantian tahun dirayakan dengan berbagai tradisi. Pada umumnya tradisi ini erat kaitannya dengan berkumpul. Berkumpul dengan keluarga. Berkumpul dengan orang-orang di pusat kota, memandang langit bersama.
Aku sendiri tumbuh besar dengan sebuah tradisi pergantian tahun yang sepertinya cukup umum di keluarga Batak. Setiap tanggal 31 Desember malam, keluarga kami akan berkumpul bersama keluarga besar dari Papi di rumah Ompung. Papi adalah anak tertua dari tujuh bersaudara. Jadi kalau ngumpul, rameeee dah!
Kami akan merapat ke rumah Ompung sekitar pukul 10 malam. Sampai di sana, Ompung Boru (Nenek) sudah menyiapkan makanan dan minuman untuk dinikmati bersama. Walaupun sudah pasti lagi mengantuk berat, mau tidak mau aku harus mengikuti komando Mami untuk ikut bantuin Ompung beberes dan menyiapkan ini itu.
Hidangan di rumah Ompung selalu sedap. Ompung Mamak, panggilan aku dan abangku untuk nenek kami, memang jago masak. Segala-gala bisa dimasak Ompung Mamak. Khas ibu jaman dulu yang punya anak banyak, sudah pasti kreatif tak terperi. Setiap ke rumah Ompung, kami pasti menemukan makanan kecil atau kue-kue olahan Ompung Mamak, mulai dari rengginang, kerupuk udang, sampai godok-godok (ini pisang kematengan terus diolah sama tepung terus digoreng). Belum lagi berbagai menu masakan khas Batak. Just name it, she'd cooked it!
Nah, setiap momen pergantian tahun, ada satu hidangan yang selalu ada.
Ompung akan memasak ketupat lengkap dengan rendang sapi.
Ketupat Ketan dan Rendang. Dynamite Duo! (sumber: bomanta.com) |
Ketupat di Medan berbeda dengan ketupat di Jakarta atau Bandung. Di Medan, yang namanya ketupat terbuat dari ketan atau pulut kalo kata orang Medan. Hal ini baru kuketahui in a hard way ketika aku pindah ke Bandung untuk kuliah. Aku masih sangat ingat semangatnya aku ketika mendengar temanku menyediakan ketupat di rumahnya, tapi lebih ingat lagi sama kekecewaanku ketika tahu ketupatnya bukan dari ketan. Dalam hati aku mengesal, "Ini mah lontong, bukan ketupat, woi!" Hiks...
Ketupat Medan terbuat dari ketan, yang dimasak dengan santan yang kental, sehingga rasanya menjadi perpaduan antara asin, manis, dan gurih. Lihat saja resepnya (yang akan kusertakan di akhir tulisan); 1 liter kentan dimasak dengan santan dari 2 butir kelapa yang cukup tua. Kalau mau lebih mantep lagi, sebelum diolah ketan direndam dulu dalam santan dari 1 butir kelapa. Sudah, buang saja kalkulator kalori itu, juragan!
Ketupat ketan di Medan relatif mudah ditemukan. Tidak perlu menunggu lebaran atau tahun baru, ketupat bisa ditemukan di lapak jajanan pasar.
Ketupat biasanya dikonsumsi dengan rendang sapi, tapi sebenarnya ketupat tetap enak tanpa tambahan lauk apapun.
Kembali ke kisah tahun baru di rumah Ompung.
Menjelang pukul 12 malam, Ompung akan memulai ibadah keluarga. Ketika ibadah masih berlangsung, waktu akan berganti ditandai dengan dentang lonceng gereja yang tak jauh dari rumah Ompung. Ini sebagai perlambang bahwa kami mengakhiri tahun yang lama dan mengawali tahun yang baru dengan penyertaan Tuhan.
Tidak seperti keluarga Batak pada umumnya, kami tidak punya acara curhat atau 'mandokhata', yang ada adalah makan ketupat dan rendang bersama!
Tahun baru kali ini, walaupun tidak pulang ke Medan dan sendiri saja di ibukota, aku tetap melalui pergantian tahun dengan tradisi doa bersama. Tentu tidak dengan keluarga besar Tobing, tapi dengan Papi dan Mami, thanks to technology.
Siapa tahu ada yang penasaran sama ketupat ketan ala Medan ini, berikut aku lampirkan resepnya. Tentu saja resep ini bukan hasil karyaku sendiri, tetapi aku ambil dari sini nih. Bahan-bahannya tidak banyak, cara memasaknya pun gampil.
Bahan:
1 ltr ketan putih
3 butir kelapa (pilih yang agak tua)
30 sarang ketupat
secukupnya garam
2 lbr daun pandan
- Cara membuat:1. Cuci bersih ketan dan rendam dengan air santan dari 1 butir kelapa kurang lebih 3 jam2. Tiriskan beras ketan dan isikan ke sarang ketupat sampai penuh 3/43. Siapkan air santan dari 2 butir kelapa dalam 1 panci (ini kurang lebih 4 liter lah ya...) dan taburi garam secukupnya. Masukan daun pandan yang sudah diikat simpul4. Setelah smua ketupat terisi masukkan ke dalam panci hingga terendam, masak hingga matang5. Sambil menunggu matang, tes rasa dari air santan yang belum menyusut saat direbus6. Ketupat yang sudah matang bisa dilihat dari bentuknya yang memadat.
7. Kalau sudah matang, jangan lupa matikan api kompor, dan biarkan ketupat mendingin.
Ingin mencoba dan memulai tradisi baru? Yuk!!
2 comments:
Wah, kebayang gurihnya ketupat ala medan ini
Kaya akan santan ya kak. Sudah gitu, makannya sama rendang sapi yang pasti enak. Nggak usah ingat diet saat makan di hidangan tradisi tahun baru ini ya kak
Laper kak bacanyaaaa. Ketupat dari ketan ini mirip lepet di Jawa. Sudah terbayang pasti gurih dan enak. Salah satu makanan favorit yang aku suka karena jarang ada selain lebaran. Apalagi dipadu dengan rendang yang juga "one of my favorite food in the world" hahahaha sulisan ini sukses bikin saya ngiler.
Post a Comment