Thursday, October 29, 2020

Walau Sempat Galao, Tetap Jadi Bakpao

Hari ini adalah hari libur. Aku tidak memiliki rencana khusus untuk hari ini. Tadinya mau menyapu kamar tengah rumah kost, kalau mb Yenni, yang biasa bersih-bersih tidak datang lagi hari ini. Ternyata sebelum niat suci luhurku terwujud, tiba-tiba mbak Yenni muncul. YAY! 

Sambil menikmati sarapan, atau lebih tepatnya brunch karena sudah menjelang siang, aku menonton drama “Start-Up”. Weekend yang lalu episode 3 dan 4 sudah tayang, dan aku belum sempat menontonnya. Aku menonton episode 3, dan sukaaaaa! Untung penghuni kost yang lain lagi pada beredar, kalo tidak, mungkin pintuku sudah digedor atau dilempar bakiak karena terganggu suaraku yang ngakak kencang. 


Selesai episode 3, kantuk pun menyerang. Tidak melanjutkan episode 4, aku pun memilih leyeh-leyeh mengukur kasur. Siang tadi matahari bersinar terik. Dalam cuaca yang panas itu, aku tertidur dengan membiarkan jendela terbuka. Di masa pandemi ini aku memang mengurangi pemakaian AC dan lebih banyak membiarkan jendela terbuka, supaya udara tetap bersirkulasi dengan baik.


Aku terbangun oleh dering handphoneku yang ada di atas meja. Rupanya Mami menelpon. Biasa... wajib lapor. Sambil ngobrol dengan Mami, aku menyalakan laptop. Seperti biasa, kami bertukar cerita tentang banyak hal. Dari A ke Z ke A lagi. 


“Papi mana? Lagi ngapain?”


“Sibuk di dapur, kaya’nya bikin pansit buat nanti malam”.


Mendengar Papi yang lagi sibuk menyiapkan pansit, aku jadi teringat dengan niatku untuk membuat bakpao. Apa hubungannya? Sama-sama “prakarya anak bangsa” hahaha


Sebenarnya sudah lama aku ingin mencoba membuat bakpao. Sudah tertunda dua bulan, tepung terigu pun sudah menganggur lama di lemari. Alasan cliche; gak mood. Ketika beberapa hari lalu berbelanja ke pasar, aku sudah membeli kertas roti sebagai alas bakpao. Jadi sudah siap-siap, apabila moodnya datang, bahan-bahannya sudah siap semua. Ternyata, si mood datangnya siang ini. Impulsif, as always.


Resep Bakpao


Selesai ngobrol via telepon dengan Papi Mami, hal pertama yang aku lakukan adalah menggoogle resep bakpao. Setelah memilih-milih, aku memutuskan memakai resep dan cara pembuatan bakpao sebagai berikut: 


Bahan-bahan: 

250 gram tepung terigu protein rendah (Cap Kunci Biru)

1 sdm gula pasir

150 mL air (suhu ruang)

1 sdm mentega putih (aku pakai margarine biasa)

1 sdt ragi (aku pakai Fermipan)

½ sdt garam 

Bahan isian (mesis, selai, keju, atau tumisan daging)


Alat-alat: 

Spatula

Wadah tempat mencampur adonan

Alas silikon (opsional)

Penggiling adonan (opsional)

Kukusan

Kain bersih


Cara Membuat:

  1. Campurkan tepung terigu (diayak) dan ragi. 

  2. Campurkan air dan gula pasir, aduk sampai gula larut.

  3. Masukkan larutan air gula ke dalam campuran tepung dan ragi sedikit-sedikit, sambil diaduk dengan spatula sampai merata.

  4. Setelah tercampur rata, uleni adonan sampai kalis. Bisa dilakukan di wadah tadi, atau dengan alasan silikon (silicon mat). Sebenarnya bisa menggunakan media apa saja, selama permukaannya cukup licin dan bersih. Menguleni adonan dilakukan dengan gerakan seperti mencuci pakaian. Lakukan kurang lebih selama 15 menit, atau sampai adonan kalis. Adonan telah kalis apabila adonan tidak lagi menempel pada wadah, terlihat padu, terasa mantap, kenyal, dan gampang dibentuk.

  5. Adonan yang sudah kalis dibagi menjadi delapan atau sepuluh bagian, sesuai selera. Bulat-bulatkan, tutup dengan kain bersih supaya tidak mengering.

  6. Ambil satu bulatan, pipihkan dengan penggiling adonan (rolling pin). Karena tidak punya, aku menggunakan botol kaca yang sudah dicuci bersih permukaannya. Lalu, dengan tangan, pipihkan bagian tepi adonan, dan bagian tengah dibiarkan tetap tebal. 

  7. Isi bagian tengah adonan dengan bahan yang disukai. Aku menggunakan mesis Ceres, keju, dan selai mixed berry sebagai isian. Disesuaikan dengan isi kulkas atau bahan yang tersedia saja.

  8. Tutup adonan, bulatkan dengan hati-hati. Beri alas kertas roti. Kalau tidak ada kertas roti, kertas cupcake juga bisa.

  9. Susun adonan bakpao di wadah kukusan. 

  10. Lakukan langkah tersebut untuk seluruh bulatan. 

  11. Setelah selesai, tutup wadah kukusan dengan kain bersih, biarkan selama 15 - 20 menit, tergantung cuaca ketika membuat. Apabila cuaca panas atau hangat, 15 menit sudah cukup. 

  12. Siapkan kukusan, beri air kurang lebih 1L. Tidak perlu banyak, pastikan saja jumlah cukup untuk mengukus selama 10 menit. Panaskan kukusan sampai air mendidih sempurna.

  13. Letakkan wadah di atas kukusan, lapisi tutup kukusan dengan kain bersih supaya uap air tidak menetes ke atas adonan.

  14. Kukus dengan api sedang selama 10 menit. 

  15. Setelah 10 menit, matikan api kompor. Biarkan kukusan tetap tertutup selama lima menit. 

  16. Bakpao siap disantap.


Resep dan cara pembuatannya bisa dilihat di video ini (sumber: YouTube).





Pengalaman Pertama Membuat Bakpao


Pada dasarnya aku memang senang memasak (tapi tidak senang mencuci piring wajan dan teman-temannya). Aku bahkan sempat berjualan brownies selama beberapa bulan setelah lulus kuliah. Selama hidup merantau, aku juga sering memasak sendiri. Pernah mencoba memasak tongseng, namun menu andalan adalah ikan kukus, gampil surampil! Sekali pernah juga mencoba memasak kue choco lava. Tetapi seumur-umur, ini adalah pengalaman pertamaku membuat bakpao sendiri.


Kalau biasanya aku menggunakan mixer, maka sekali ini, adonan harus diuleni secara manual. Seperti banyak hal lain di atas bumi ini, ternyata menguleni adonan pun memang membutuhkan keahlian yang datang dari pengalaman. 


Aku sempat merasa panik ketika setelah mengulen 15 menit, adonanku tidak menunjukkan tanda-tanda kekalisan sama sekali. Masih menempel di wadah dan tanganku. Sempat galau juga, sedih. Masa’ harus dibuang sih adonannya. Karena adonan yang ‘cair’, tidak akan menghasilkan bakpao yang utuh. Lalu aku menggoogle lagi, bagaimana cara mengatasi adonan yang tidak kalis. 


Caranya ada dua. Pertama, tambahkan tepung terigu sedikit demi sedikit, sambil terus diuleni, sampai adonan kalis. Kedua, olesi tangan dengan margarin, supaya adonan tidak menempel di tangan. Puji Tuhan, setelah empat kali menambahkan kurang lebih 1 sdm tepung, akhirnya adonanku kalis juga dan siap untuk dibagi lalu diisi. YAY!


Pelajaran Hari Ini


Ada beberapa tips yang aku dapatkan dan pelajari selama membuat bakpao:


  1. Pastikan ragi yang digunakan aktif. Apabila ragi masih baru dibuka, biasanya ragi masih aktif. Tetapi apabila kita sudah memakai sebagian ragi sebelumnya, perlu dipastikan dulu apakah ragi yang tersisa masih aktif. 

Caranya adalah dengan mencampurkan ragi (banyaknya sesuai resep) dengan 50 mL air hangat dan 1 sdt gula (disebut campuran biang). Setelah dicampur, tutup wadah lalu biarkan selama 15 menit. Apabila campuran biang kemudian berbusa naik, berarti ragi masih aktif, dan campuran biang dapat langsung digunakan pada adonan. Apabila tidak, maka ragi sudah tidak aktif dan tidak dapat digunakan lagi. Lengkapnya bisa dilihat di video ini.


  1. Aku mencari tahu kenapa adonanku lama sekali kalisnya. Disinyalir, air yang kugunakan terlalu banyak. Kembali lagi, ini tergantung pengalaman. Tipsnya, air dimasukkan sedikit-sedikit sambil mencampur adonan. Jadi banyaknya air yang dibutuhkan tidak selalu persis dengan resep, karena hal ini juga tergantung dari jenis dan kualitas tepung.
    Cara menyiasatinya adalah dengan menambahkan terlebih dulu 70% air dari resep yang ditentukan ke dalam adonan (tetap dimasukkan sedikit demi sedikit). Lalu amati selama proses mengulen.  Apabila adonan sudah tercampur dengan baik, berarti air tidak perlu ditambahkan lagi, walaupun belum habis sesuai resep. Apabila air sudah terlanjur dimasukkan semua, maka bisa menggunakan cara seperti kusebutkan di atas, yaitu menambahkan tepung, sampai adonan kalis.

  2. Ada beberapa cara yang harus dilakukan supaya adonan bakpao mulus. Pertama, gula dilarutkan dengan air sebelum dicampur ke adonan. Kedua, ayak tepung terigu sebelum digunakan supaya tidak ada bagian yang bergerindil. Ketiga, teknik mengulen juga menentukan mulus tidaknya adonan. Ini membutuhkan pengalaman tentunya. Istilahnya mah, tergantung tangan.


  1. Mentega putih digunakan untuk mendapatkan warna bakpao yang putih bersih dan cantik. Berhubung tidak punya mentega putih, aku menggunakan margarine biasa. Secara rasa tetap enak dan warnanya juga tetap bagus; tidak putih bersih tetapi broken white. 


  1. Karena iklim di negara +62 cenderung panas atau hangat, maka sebaiknya menggunakan air dingin. Supaya gula larut, gunakan sedikit air panas atau hangat, sampai larut, lalu tambahkan air dingin. Apabila air terlalu hangat, maka ragi akan terlalu cepat mengembang. 

  2. Jangan terlalu lama mendiamkan adonan (overproofing), kalau terlalu lama, bakpao akan mengkerut ketika dikukus. Semakin hangat/panas cuaca, semakin singkat waktu untuk proofing. 

  3. Ketika bakpao sudah masak, jangan langsung membuka tutup kukusan. Nanti bakpaonya ‘kaget’ lalu mengkerut. Buka sedikit penutup, biarkan uap keluar melalui celah. Kalau aku, karena kain tidak menyatu dengan tutup kukusan, dan bahannya cukup tebal , maka setelah matang, tutup kukusan dibuka, tetapi kain dibiarkan tetap menutup bakpao selama lima menit. 



Adonan Siap Untuk Dikukus (dok.pribadi)


Bakpao Baru Matang (dok. pribadi)


Alas yang bisa dikupas dengan gampang sebagai indikasi adonan bakpao berhasil. YAY!
(dok. pribadi)

Bakpao Isi Coklat. Yummy... (dok.pribadi)

Menyenangkan rasanya menikmati bakpao buatan sendiri. Bentuknya sih belum layak pamer, tetapi not bad lah untuk percobaan perdana. 


Memasak itu lagi-lagi soal perasaan; membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Dengan semakin banyak latihan, niscaya hasilnya akan semakin memuaskan. 




Tuesday, October 27, 2020

Tantangan yang Menyenangkan

sumber: drakorclass.com


Tadinya...

Aku tidak pernah merasa bisa menulis. 

Ketika SMP, Guru Bahasa Indonesia memberikan tugas menulis cerpen. Tugasnya per kelompok. Jadi cerpen-cerpen tadi dibundel menjadi satu buku. Tentu saja aku mengumpulkan tugas itu pada waktunya. Apakah aku berhasil menulis cerpen? Hmm... aku berhasil mengetiknya... mengetik ketika Papiku membacakan cerpen karangannya hihi

Ketika SMA, sebagaimana kebanyakan abege seusiaku, aku menulis buku harian atau diary. Cukup sering juga aku menulisnya. Hampir setiap hari. Isinya tentang kejadian sehari-hari, dan, tentu saja, tentang anak lelaki. Aku tidak gampang menceritakan apapun kepada siapapun, sehingga buku harian adalah jalan paling aman. Aman?? Ternyata tidak juga! Teman sebangkuku pernah mencuri buku harianku karena dia penasaran dengan isi hati dan kepalaku. Dia mengaku sebulan kemudian. Sambil minta maaf dia bilang, "Habis kau tidak pernah mau cerita siiihhh...." Hahahaha... Oh masa muda... betapa lucunya. 

Ketika kuliah, aku masih rajin menulis buku harian. Dan anak lelaki itu, yang namanya tidak perlu disebut, menjadi topik tetap di buku harianku bahkan sampai kuliah tahun pertama... atau kedua... ya sekitar itu lah. Aku masih simpan semua buku harian itu, sampai akhirnya pulang kembali ke Medan. Kalau ditanya sekarang, entah dimana lah sekarang rimbanya buku-buku harianku itu.

Akhir tahun 90an, tahun kedua perkuliahan, aku mengenal dunia internet, khususnya mIRC. Aku mengenal banyak sekali teman-teman baru, dengan berbagai tingkah polah, pendidikan, dan profesinya. Sungguh aku melihat 'keajaiban' dunia dalam bentuk lain hahaha

Awal tahun 2000, sekitar 2001 2002 mungkin, muncul tren yang namanya blog. Berhubung komunitasku adalah manusia-manusia dunia maya, tentu saja aku pun terkena dampak tren ini. Dua orang sahabat mIRCku, bluem00n dan grenluv (tentu saja itu nickname mereka), sudah punya blog, dibuatkan oleh gebetan masing-masing (haduu haduuu.... berasa masuk pusaran waktu gak sih....) Secara aku tak punya gebetan ketika itu, aku pun membujuk salah satu teman untuk membuatkanku blog. Maka resmilah pada bulan Juli 2002, blog pertamaku mengudara. Sejak itu aku rutin menulis di blog, dan tidak lagi menulis buku harian. 

Aku menulis di blog hampir setiap hari, paling tidak sekali seminggu. Blogku berisi kejadian sehari-hari. Kejadian apa, di mana, dan dengan siapa. Sesekali isinya adalah umpatan atau luapan kekesalan. Bagian yang ini, selalu anonim. Baik detail kejadian apa, di mana, dan dengan siapa. Saking anonimnya, ketika membaca beberapa postinganku di masa itu, aku sama sekali tidak punya clue apa yang membuat aku misuh-misuh sampai segitunya. 

Lewat dunia blog ini aku mengenal teman-teman baru lagi. Di masa itu, banyak yang mencantumkan link 'teman-teman' blognya di bagian side bar. Gini-gini, link blogku pernah tercantum di blog nya Raditya Dika lho... Bukan karena dia suka baca tulisanku, tetapi emang kebiasaan aja dia menambahkan link setiap orang yang meninggalkan komentar di blognya :p

Ketika itu aku menulis untuk diri sendiri. Aku tidak pernah menulis supaya dibaca orang lain. Sehingga ketika ada seorang temanku mengaku membaca satu postinganku lalu membaca seluruh postinganku sebelumnya, aku jadi malu hahaha Malu karena menurutku isinya ntahapa! Ya namanya pun menulis buat diri sendiri... Tapi terselip rasa senang dan bangga juga. Wah... tulisan aing ada yang baca euy... hihihi... Kemudian menulis pun terasa lebih seru dan menyenangkan.

Setelah lulus dan pindah ke Medan, aku mulai jarang menulis di blog. Selama tahun 2005, aku hanya menulis 5 kali. Selama tahun 2006, hanya 2 kali. Setelah itu, blogku pun mati suri. Sempat mencoba memulai menulis lagi dengan membuat akun blog baru tahun 2008. Dalam hitungan bulan, mati suri tanpa meninggalkan kesan, karena semua tulisan hanya nangkring di draft. 


Kemudian...

Beberapa kali aku mencoba menulis lagi di blog. Saking seringnya, bahkan aku sempat menamai blog ku "50 First Posts". Gagal maning gagal maning. 
Dan ketika menuliskan ini, aku baru menyadari bahwa, selain untuk keperluan pekerjaan, aku tidak pernah menggunakan media menulis lain, selain buku harian dan blog.  

Tidak tahu kenapa, tahun 2019, aku membaca postingan seorang teman kostku ketika di Bandung tentang 30 Hari Bercerita (30HBC)  di Instagram. Aku tertarik untuk ikut. Setelah bertanya kepadanya, aku pun memutuskan untuk ikut. Padahal kan merasa gak bisa nulis ya... udah gitu gak rajin nulis ya... Trus? Ntahlah... pengen ikut aja gitu. Saya mah gitu anaknya... impulsif.

Sekali ini, aku menulis dengan sadar bahwa tulisanku bisa diakses oleh lebih banyak orang, paling tidak oleh teman-temanku yang terhubung di Instagram. Bukan hanya teman, tapi juga sanak saudara. Menulis pun jadi lebih berhati-hati. Tidak hanya untuk event 30HBC saja sih, tetapi secara umum aku memang tidak suka menulis hal-hal yang terlalu pribadi di ruang publik. 

Ketika itu aku kembali menemukan keseruan dan kebahagiaan menulis. Tidak ada syarat atau bentuk tulisan tertentu yang harus diikuti dalam 30HBC. Sesekali admin akan memberikan tema, atau template yang harus kita ikuti. Itu juga kalau mau. Intinya mah, mari menulis bersama-sama selama 30 hari pertama di awal tahun. 

Setelah event 30HBC selesai, aku kembali berhenti menulis. Benar-benar berhenti. Tidak ada blog, tidak ada buku harian, tidak ada apapun. Postingan medsos pun hampir tidak ada. Kenapa? Just because. Hashtag impulsif.

Sekarang...

Tahun 2020 ini adalah tahun paling produktif buatku dalam hal menulis. Sungguh suatu pencapaian yang tak pernah terbayangkan. 

Di awal tahun ini, aku kembali ikut event 30 HBC. Kemudian seorang teman kost yang lain, Kak Risna, mengajakku untuk bergabung di Komunitas Kelas Literasi Ibu Profesional (KLIP). Kata kk Risna, dia melihat potensiku dalam menulis. 

Awalnya aku ragu, takutnya tidak terikuti lalu mandeg di tengah jalan. Malu-maluin aja. Tetapi tahun 2020 ini adalah tahun dimana aku memulai banyak sekali hal baru. Merantau, hidup di kota yang baru, pekerjaan baru. Jadi kenapa tidak? Maka aku pun bergabung dengan KLIP.

Tidak seperti sebelumnya, bergabung di KLIP membuat aku harus mengikuti beberapa aturan main, karena dalam komunitas ini berlaku sistem "award and punishment". "Award"nya adalah badge Good - Excellent - Outstanding, "punishment"nya adalah sistem gugur. 

Ternyata sistem "award and punishment" ini cukup ampuh buatku. Beberapa kali aku berhasil memperoleh badge Outstanding, walaupun seringnya badge Good atau Excellent. Bahkan pernah satu kali tidak memperoleh badge apapun, karena tidak mencukupi jumlah minimal postingan. Rasanya malu-maluin aja. Kalimat saktinya adalah: "Masa' menulis 10 kali dalam sebulan aja 'gak bisa sih?" Kalau yang sekarang, kalimat saktinya adalah: "Masa' menulis 10 artikel dalam sebulan, yang masing-masing minimal 300 kata, 'gak bisa sih?" 

Dari komunitas KLIP, aku bertemu dengan teman-teman, para wanita hebat, yang memiliki hobi yang sama, yaitu menonton drama Korea. Ketika banyak sentimen negatif tentang hobi yang satu ini, kami justru menemukan banyak inspirasi dan ilmu yang bisa didapat dari drama Korea, yang kami salurkan dalam bentuk tulisan. Dari ide dan wacana iseng-iseng, kami pun akhirnya membuat blog bersama, yang diberi nama Drakor Class, yang resmi mengudara pada tanggal 10 Oktober 2020. Cerita selengkapnya boleh dibaca di sini.

Semenjak adanya Drakor Class, aku berusaha menulis dengan lebih teratur dan terstruktur. Isinya juga tidak boleh sembarangan, karena ada nama bersama yang disandang. Aku juga (masih harus) belajar banyak soal pengaturan tampilan suatu tulisan, mulai dari penempatan gambar, caption, dan lain-lain. Pengetahuanku masih jauh sekali dari teman-teman di Drakor Class, yang sudah punya jam terbang tinggi di dunia tulis-menulis dan blog. Aku seperti ikan kecil di kolam yang besar, yang dipenuhi ikan besar, yang siap membantu dan menyemangati si ikan kecil yang malas berenang ini :p

Sekarang aku menulis bukan lagi hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain. Tulisan menjadi salah satu cara berbagi berkat, berbagi manfaat, berbagi informasi, kepada orang lain yang membacanya. 

Sekarang menulis menjadi suatu tantangan. Tantangan yang menyenangkan.

Selamat Hari Blogger Nasional! 

Monday, October 26, 2020

Dear Dwi...

sumber: Toppr



Jakarta, 26 Oktober 2020


Dear Dwi, 


Selamat ulang tahun yang ke-14, sayangku.

Dan selamat atas kelulusanmu dari SMP St. Thomas. 

Mari ucapkan selamat tinggal pada rok biru, dan selamat datang pada rok abu-abu!


Aku rasa kamu sudah tahu mau melanjutkan ke SMA mana kan ya? Tidak perlu bingung atau ragu, kamu sudah mengambil pilihan yang tepat kok. Jadi, lulusan tahun 1994 itu adalah angkatan percobaan. Tidak lagi dengan sistem semester, melainkan caturwulan. Nantinya akan ada percobaan untuk sekolah hanya lima hari. Bocoran nih, sekolah pilihan kita tidak akan menjalankan program ini lho… hihi 


Gak usah kecewa dulu. Aku bilangin ya, sekolah lima hari itu berarti jam sekolah yang lebih panjang, karena jam pelajaran Sabtu dipindahkan ke lima hari yang lain. Maka sampai sore lah di sekolah, dan bukan buat ikutan kegiatan ekskul atau menunggu jadwal praktikum. Tapi belajar. Iya… duduk, mendengar, dan mencatat. Sampai menjelang sore. Mateng gak tuh?


Kalau gurunya santuy sih gak apa-apa. Tapi kalau gurunya semacam guru kita, siapa yang tahan cuy belajar siang-siang bolong sama mereka? 


Lebih anehnya lagi, program itu hanya berjalan sebentar. Namanya juga uji coba. Coba-coba kok sama anak, ya gak?


Sejak sekarang aku yakin kamu sudah membayangkan akan memilih jurusan apa ketika kuliah nanti. Masih tetap ingin jadi arsitek kan? Pilihan yang baik. Kamu memang punya kelebihan di bidang eksakta. Aku juga tahu, kalau ujian Sejarah, PPKN, atau IPS, kamu rasanya pengen garuk aspal saja kalau sudah harus menjawab soal essay. 


Nah, aku mau kasih tahu sama kamu. Kamu itu punya banyak sekali potensi. Beneran gak bohong! Dan di dunia ini, orang hidup butuh banyak kemampuan lain, tidak cuma berhitung. Karena itu, dari sekarang, jangan membatasi dirimu dan kemampuanmu, dan kamu harus berlatih menggali potensimu.


Pertama, coba tanya sama Mami dan Papi, kalau boleh kamu ikut tes kemampuan dan bakat di Biro Psikologi. Pilih yang sudah berpengalaman untuk melakukan tes serupa untuk remaja seusiamu. Mungkin kamu rasa itu tidak perlu dan mubazir ya, secara kamu sudah tahu kamu sukanya apa dan bakatnya apa. Percayalah, setelah bertahun-tahun tersesat di dunia kerja, let me tell you this, tes seperti itu bisa menjadi investasi. Tentu kamu tidak perlu menelan bulat-bulat hasil tes tersebut. Tapi aku yakin, test itu bisa memberikan pengalaman baru buatmu, dan membuka pengertian baru. Bisa jadi mereka mendeteksi suatu potensi yang tidak kamu sadari ada di dalam dirimu. Seru kan?


Kedua, jangan takut mencoba hal baru. Kamu itu bukan gak bisa, kamu cuman malas aja mencoba. Dan aku tahu, ini karena kamu takut gagal, ya kan?? Iya aku tahu, kamu malas mencoba karena takut gagal, takut diketawain, takut gak bisa menyelesaikan, takut apalah apalah. Kamu bisa kok. Di masa depan, kamu akhirnya memberanikan diri mencoba beberapa hal. Jadi aku pikir, sebaiknya kamu sudah berani mencoba sejak remaja. Jadi ketika dewasa, kamu sudah terbiasa melakukannya. 


Ketiga, segerakan belajar berenang, dan harus sampai bisa! Yes, you read it right. HARUS! Percayalah, berenang adalah salah satu olahraga yang akan sangat kamu nikmati. Tetapi kamu harus mengalahkan ketakutanmu akan air. Dan kita kembali lagi ke poin ketiga di atas. 


Keempat, rajinlah berolahraga. Ini pun salah satu bentuk investasi. Dan olahraga yang paling aman buat kita, sekaligus menyenangkan, adalah berenang. Jadi, sekali lagi ya… HARUS BISA!


Kelima, rajinlah menabung. Ingat gak dulu ketika SD setiap minggu kamu menabung lewat TABANAS di sekolah? Nah, lakukanlah itu lagi. Percayalah, setiap kebiasaan baik adalah sebuah investasi. Dan harus dimulai sejak masih muda. Semuda mungkin. 


Keenam, tidak usah cemas dengan rambutmu. Sekarang bentuknya memang menyemak merimba bagaikan logo versace. Suatu saat dia akan melurus. Percayalah. Kan aku sudah mengalaminya hehehe. Jadi hingga waktu itu tiba, rawat saja rambutmu sebaik-baiknya, ya.


Ketujuh, ikutilah satu atau dua kegiatan berorganisasi. Bukan sekadar jadi anggota, tapi usahakan lah terlibat lebih banyak dalam kepengurusan. Banyak keuntungan yang akan kamu dapatkan. Memang rasanya seperti menghabiskan waktu yang seharusnya untuk belajar. Supaya tidak sia-sia, maka kamu pun harus memanfaatkannya untuk belajar. Belajar mengenal jalannya sebuah organisasi, mengenal birokrasi, belajar negosiasi, mengenal sifat dan watak manusia. Dan yang terpenting, kamu bisa belajar membagi waktu dan belajar menempatkan prioritas. 


Kedelapan, berlatihlah untuk menampilkan diri. Teman-teman yang kamu lihat sangat pede itu, sebenarnya gak jago-jago amat. Sama-sama punya kekurangan dan kelebihan. Sama-sama suka merasa gak pede. Namun, mereka memilih untuk menampilkan diri dengan kelebihan yang dimilikinya. Kembali lagi seperti yang aku bilang, kamu punya banyak potensi. Dengan berlatih untuk tampil, kamu bisa menemukan potensi kamu itu.


Kesembilan, dan ini yang terakhir, biasakanlah membaca dan menulis. Membaca buku apa saja, dan menulis tentang apa saja. Dengan membaca, kamu memperluas wawasanmu, membanyak kosakatamu dan pengetahuanmu tentang cara orang lain bercerita. Dengan menulis, kamu belajar mengungkapkan apa yang kamu pikirkan dan kamu rasakan, dalam bahasa dan cara yang bisa dimengerti oleh orang lain. 


Jalan kamu masih sangat panjang. Tidak usah panik, tidak usah khawatir. Karena aku tahu, biasanya kalau kamu panik, maka kamu akan semakin santai dan ujung-ujungnya tidak melakukan apa-apa. 


Kamu harus tahu, kamu termasuk orang yang diberkati dengan banyak sekali kebahagiaan. Karena itu, pakailah hidupmu untuk memaksimalkan talenta yang Tuhan beri. 


Baiklah… segitu dulu ya, semoga tidak kepanjangan dan membuat kamu bosan.

Kapan-kapan aku menulis lagi untukmu ya...

Sehat-sehat ya, sayangku. 

Ingat selalu, apapun yang terjadi, kita akan baik-baik saja. 


Peluk erat.


Dwi 

Sunday, October 11, 2020

Drakor Class

Berawal dari ajakan dan ‘seretan’ dua orang teman, yang dulu sempat menjadi teman seatap ketika di Bandung, aku pun kembali melakukan kesukaan tulis-menulis. Suatu sejarah yang panjang sebetulnya, karena sempat terhenti di tengah jalan cukup lama. Blog yang dulu sering diisi dengan berbagai tulisan, mulai yang retjeh sampai yang curhat anonim --saking anonimnya, yang menulis pun lupa itu lagi bahas apa siapa dan kenapa-- sempat mati suri selama bertahun-tahun.

Beberapa kali aku pernah mencoba aktif lagi menulis. Saking seringnya mencoba, sampai-sampai aku sempat menamai blog ku “50 First Posts”. Tapi selalu saja ada halangannya. Intinya mah lupa aja kalau ada blog yang menanti untuk disambangi. 

Pertama kali menulis lagi ketika mengikuti tantangan menulis di akun IG 30HariBercerita tahun 2019. Ketika itu tidak penuh menulis selama 30 hari, namun salah satu postinganku di-repost oleh admin. Hoho… rasanya kaya’ jadi juara kelas! Bangga pisan euy! 


Sayangnya setelah 30HariBercerita usai, kegiatan menulis tadi tidak kulanjutkan, sampai kemudian ketemu lagi dengan tantangan 30HariBercerita di tahun 2020. Tantangan ini memang diadakan setiap awal tahun saja. Di sini malah terjadi penurunan prestasi. Semakin banyak hari bolong menulisnya, dan tidak ada satupun tulisan yang direpost.


Ketika itu aku di’seret’ oleh kak Risna untuk ikutan gabung di komunitas Kelas Literasi Ibu Profesional. Komunitas ini adalah bagian dari komunitas yang lebih besar lagi, yaitu Institut Ibu Profesional. Aku pun memutuskan untuk menuruti ajakan bergabung. Sadar diri, aku selalu butuh komunitas atau lingkungan yang membuat aku semangat buat menulis lagi. Kalau ada teman kan rasanya lebih seru gitu. 


Di KLIP ini berlaku sistem gugur. Apabila kita tidak memenuhi syarat yang sudah ditentukan, dengan jumlah postingan minimal, kemudian jumlah kata minimal, sebagai indikatornya, maka kita akan gugur sebagai peserta dan tidak bisa melanjut. Berbekal keengganan didera rasa tengsin kalau gugur, maka aku pun berusaha memenuhi syarat-syarat tersebut. Pestasi sekali rasanya, sejak Januari sama sekarang, hanya di bulan Februari aku tidak mencapai target minimal, sehingga sampai sekarang masih terdaftar sebagai peserta aktif di KLIP 2020.


Melalui komunitas KLIP aku berkenalan dengan teman-teman baru. Selain sama-sama suka menulis, kami memiliki kesamaan lain yaitu hobi menonton drama Korea. Korea Selatan pastinya, bukan Korea Utara. Kami tergabung dalam suatu grup WA bertajuk “Drakor dan Literasi”. 


Banyak pandangan miring tentang hobi menonton drakor ini. Dianggap sumber dosa lah, tidak berfaedah dan buang waktu lah, bikin kecanduan lah, dan lain sejenisnya. Sebenarnya ini masalah pilihan, dan masalah selera, jadi tidak perlu dibahas juga. Tidak akan ada titik temunya. Sama seperti membandingkan mana yang lebih enak, es cendol atau ketoprak. 


Dalam grup “Drakor dan Literasi” ini, kami tidak sekadar membicarakan kisah-kisah dalam drama dan para oppa tampan lalu menghalu bersama. Tentu saja kami pun melakukannya. Tapi yang benar saja, wanita cerdas mana yang tahan ngomongin tampang lelaki 24 jam sehari? Mungkin ada, tapi sudah jelas, itu bukan kami.


Dari grup “Drakor dan Literasi” ini aku mengenal dan banyak belajar dari wanita-wanita hebat. Wanita super yang jagoan multi tasking. Dalam kesibukan mereka bekerja, mengurus rumah tangga dan keluarga, apalagi di masa pandemi ini ketika anak-anak sekolah dari rumah dan orang tua juga bertugas sebagai guru, mereka masih punya waktu untuk menulis. Beberapa dari mereka malah sudah, baru saja, dan akan segera menerbitkan buku ataupun antologi. 


Entah dari mana para emak ini memperoleh energi ekstra. Mengurus pekerjaan dan keluarga, beberapa punya tugas menjadi admin di komunitas KLIP, tetap bisa menulis secara rutin setiap hari, bahkan bisa menghasilkan dua atau tiga tulisan dalam satu hari, plus masih menyempatkan diri menikmati drakor, yang sering kali dilakukan sambil mengerjakan tugas rumah tangga. Satu hal yang aku yakin, mereka digerakkan oleh rasa cinta. Cinta pada keluarga, suami dan anak-anak, cinta pada dunia menulis, dan cinta pada dunia drama Korea yang penuh warna.


Menjadi bagian dari komunitas KLIP, khususnya Drakor dan Literasi, aku sering kali merasa terintimidasi sekaligus terinspirasi. Aku, yang menulis masih sambil lalu dan pengabdi badge KLIP ini, merasa seperti ikan kecil di kolam besar, yang isinya banyak sekali ikan-ikan besar. Kalau biasanya ikan kecil jadi mangsa ikan besar, tapi di kolam yang ini, ikan kecil justru ‘diberi makan’ dan disemangati oleh para ikan besar. Dan sampai sekarang pun si ikan kecil ini tetap masih suka ngaso dan belum kencang berenangnya hahahaha


Aku senang sekali dan sungguh merasa terberkati bisa bertemu dan berkenalan dengan teman-teman grup Drakor dan Literasi ini. Kami berasal dari berbagai latar belakang suku, budaya, agama, dan profesi. Namun, dalam drakor, kami bersaudara #bucin_united

Dari teman komunitas, menjadi teman berbagi yang saling mendukung dalam menghadapi berbagai badai kehidupan #tssaahh


Bulan Juni yang lalu, kami membuat Tantangan Menulis 30 Topik Kokoriyaan. Topiknya macam-macam, mulai dari review film atau drama Korea, kuliner Korea, aktor/aktris dan KPop idol favorit, sampai tempat-tempat yang ingin dikunjungi apabila suatu saat berkesempatan mengunjungi negara gingseng itu. Ternyata menjadi sangat menarik, ketika satu topik bisa dibahas dari berbelas sudut pandang cerita. Topik yang sulit buat yang satu, bisa jadi diselesaikan oleh yang lain "sambil merem" hahaha


Meneruskan hobi menulis seputar kokoriyaan ini, kami pun membuat blog bersama, yang diberi nama "www.drakorclass.com". Suatu proyek bersama, dari sebuah wacana dan pembahasan melalui chatting dan sesi zooming, lalu “diseriusin” dan kemudian diwujudkan dengan kolaborasi yang luar biasa. Berbagi tugas, dan setiap orang mengambil bagian sesuai bidang keahlian masing-masing. 


Mulai dari persiapan memilih nama, menyiapkan website dan hostingnya, membuat akses bagi setiap kontributor, menyiapkan fitur, membuat logo dan desain grafis lainnya, mengumpulkan foto dan profil, menyiapkan akun email dan medsos, dan tentu saja, menulis artikel untuk postingan perdana, Tidak ada yang sungkan bertanya, dan tidak ada yang enggan membagi ilmu. Tidak ada rebutan lapak; dimana ada yang lowong, sedapat mungkin yang mampu akan membantu. Sama-sama ingin maju, dan ingin maju bersama-sama. 


Tampilan Website www.drakorclass.com



Puncaknya, pada tanggal 10 Oktober 2020, resmilah www.drakorclass.com mengudara. Situs ini adalah ‘anak’ kami bersama. Seperti orang tua pada anaknya, kami pun punya harapan besar terhadap situs ini. Tentu saja harapan harus dibarengi dengan “asupan gizi”, supaya si anak tumbuh besar, kuat dan sehat. Mudah-mudahan kami tetap bisa sehati dalam membesarkan ‘anak’ kami ini.



Para Kontributor DrakorClass.com (sumber: www.drakorclass.com)


Kata siapa nonton drakor cuman bikin halu? Buat kami, drakor adalah sarana menambah ilmu. Melalui www.drakorclass.com, kami berbagi tulisan-tulisan yang terinspirasi dari drama Korea.

Jadi, buat yang masih berpikir bahwa menonton drakor hanyalah tindakan sia-sia, tidak produktif, dan hanyalah menjadi sumber dosa, kaya’nya kamu mainnya kurang jauh. Karena kami “bucin” penuh totalitas, tanpa melupakan prioritas.

Sunday, October 4, 2020

Penciptaan Hawa - Catatan Khotbah Minggu

sumber: https://adollar3eighty.wordpress.com/

Perikop : Kejadian 2 : 18 - 25

2:18 TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, q  yang sepadan dengan dia 1 ." 
2:19 Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan r  dan segala burung di udara. s  Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan t  manusia itu kepada tiap-tiap makhluk u  yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu. 
2:20 Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong v  yang sepadan dengan dia. 
2:21 Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur w  nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. 
2:22 Dan dari rusuk x  yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. 
2:23 Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku y . Ia akan dinamai z  perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki. a 
2:24 Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya 2  dan bersatu b  dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. c  
2:25 Mereka keduanya telanjang, d  manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.


Dalam perikop ini dikisahkan tentang penciptaan Hawa, perempuan pertama, yang dijadikan Tuhan dari tulang rusuk Adam. Ada banyak sekali hal yang dapat kita pelajari dari perikop ini. 


Kita sudah sangat sering mendengar pandangan filosofis tentang kisah penciptaan ini. Hawa tidak diciptakan dari tulang kepala sehingga menjadi “kepala”, atau tulang kaki sehingga menjadi “bawahan”, atau tulang tangan sehingga menjadi “pekerja”. Hawa diciptakan dari tulang rusuk sehingga menjadi sosok yang dekat di hati, sosok yang dilindungi, sosok yang mendampingi.  Dengan kata lain, sejak awal penciptaan, sangat jelas bahwa Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan itu sebagai partner, dimana perempuan dimaksudkan sebagai penolong yang sepadan.


Secara dunia, penolong ini bisa saja posisinya di atas, karena lebih mampu atau lebih berkuasa, sehingga bisa memberikan pertolongan. Bisa juga dikonotasikan di bawah, yaitu sebagai asisten. Namun, kembali lagi ke perikop tersebut, posisi yang sejak awal diberikan Tuhan adalah “sepadan”.  Nilai-nilai ini lah yang kemudian bergeser secara budaya, atau secara dunia.


Kalimat Adam, yaitu “tulang dari tulangku, daging dari dagingku” tidak gampang kita mengerti secara logika. Adam memandang Hawa sebagai tulangnya, sebagai dagingnya. Artinya Adam memandang Hawa sebagai bagian dari dirinya, bagian dari hidupnya. Adam adalah Hawa, Hawa adalah Adam. Tidak hanya setara, namun mereka adalah sama. 


Sebagaimana Adam memandang Hawa, demikianlah seharusnya kita memandang sesama manusia. Kita memandang sesama manusia sebagai bagian dari hidup kita, sebagai ciptaan Tuhan yang hidup bersama-sama di dalam satu dunia. Sudut pandang ini akan membuat kita mampu menerima keadaan sesama kita, mampu mengasihi mereka, 


Seperti yang disebutkan sebelumnya, nilai-nilai tersebut telah berubah, telah bergeser, seturut budaya manusia. Persoalannya adalah selalu saja manusia itu ingin lebih berkuasa daripada yang lain. Siapapun pelakunya, siapapun korbannya, perilaku ini sesungguhnya sangat merendahkan martabat manusia. Sebagai orang Kristen, sebagai murid Kristus, kita harus mengembalikan nilai-nilai itu kepada ‘grand design’, kepada ‘blue print’ yang sudah ditetapkan Tuhan sejak awal.


Bagaimana penerapannya? Nilai-nilai itu harus dimulai dari lingkungan yang paling kecil,yaitu keluarga.


Orang tua hendaklah memberikan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya bagi anak-anak untuk berkembang sebagai pribadi yang utuh. Orang tua hendaklah tidak membeda-bedakan atau mengistimewakan perlakuan terhadap anak perempuan terhadap anak laki-laki, atau sebaliknya. 


Demikian pula sebagai suami dan istri. Perikop tersebut di atas menjadi pondasi dalam membangun pernikahan di dalam Tuhan. Sebagaimana Adam dan Hawa, suami dan istri adalah partner, mereka adalah sama, dan bersama-sama membangun sebuah keluarga yang berkenan kepada Tuhan. Ketika suami dan istri menerapkan nilai-nilai ini dalam menjalankan fungsi, tugas, dan tanggung jawab mereka dalam sebuah keluarga, maka anak-anak pun akan menirunya, sebab orang tua adalah figur contoh bagi si anak. 


Berangkat dari keluarga, kita membawa perilaku ini ke lingkungan yang lebih besar lagi, yaitu dunia. Sehingga kita mampu hidup berdampingan dengan orang lain, dan menjadi berkat di tengah-tengah kehidupan bersama dengan sesama ciptaan Tuhan.