Tuesday, July 28, 2020

Yang "Kedua", Sang Penggembira (Hati yang Terblender)

Karena menonton drama Korea adalah salah satu sumber bahagia, maka drama Korea yang kutonton wajib hukumnya berakhir bahagia. Bila tak berakhir bahagia, hempaskan saja. Atau, karang sendiri  aja akhir bahagia nya hihi


Bahagia artinya walaupun segala aral melintang menghalangi hubungan kisah kasih asmara antara lead male (pemeran utama pria) dengan lead female (pemeran utama wanita), niscaya di episode terakhir mereka akan bersama. Khususnya di tema cinta segitiga, seringkali kebahagiaan mereka terjadi di atas penderitaan si second lead (pemeran pembantu). 


Walaupun sesungguhnya sudah suratan nasib bahwa second lead tidak akan pernah mendapatkan hati sang pujaan, pernah gak sih sebagai penonton kamu merasa lebih berpihak sama si second lead, dan berharap kisah itu berakhir berbeda? Bahwa si second lead pun berhak atas akhir yang bahagia? 


“Penyakit” sedemikian disebut “Second Lead Syndrome”. Dari hasil membrowsing, aku menemukan definisi penyakit ini yang paling pas, sebagaimana dijabarkan di channel The Swoon di YouTube.


"Second Lead Syndrome" adalah suatu kondisi dimana si penderita lebih menyukai second lead daripada first lead, dan berharap sungguh-sungguh kiranya si second lead yang memperoleh hati wanita pujaan, walaupun berdasarkan tuntutan skenario itu adalah hal yang mustahil; dan ketika kisah berakhir sebagaimana yang sudah seharusnya, si penderita sulit menerima patah hati dan ketidakadilan yang dialami second lead. Tidak bisa disembuhkan, tidak ada obatnya, dan tentunya tidak masuk logika. 


Belum sah jadi drakorian kalo belum kena ‘penyakit’ yang satu ini hahaha


Ketika menonton drama “Jealousy Incarnate”, aku terpapar "Second Lead Syndrome". Bukan cuman satu kali, tapi dua kali! Drama ini cukup unik, di mana pada bagian awal, lead male-nya (uri Cho Jung-seok oppa) sempat berperan sebagai second lead.


Tidak mudah bagi Hwa-sin melihat kebersamaan Pyo Na Ri, wanita yang tiga tahun naksir dirinya, dengan Ko Jung-won, sahabatnya. Hwa-sin jadi menyadari perasaannya ke Pyo Na-ri. Mungkin awalnya semata karena tidak terima kehilangan fans. Rupanya lebih dari itu. Dan kesadaran itu menimbulkan penyesalan, hopeless, sedih, palak, dan juga rasa bersalah, karena sebagai sahabat, Hwa-sin seharusnya bahagia ketika Jung-won menemukan pasangannya. Semua rasa bercampur aduk, hati rasa diblender, sampe nangis beberapa kali tuh...


Kemudian, Hwa-sin menyatakan perasaannya pada Pyo Na-ri, Pyo Na-ri pun menyadari bahwa cintanya ke Hwa-sin masih terpatri abadi, dan memutuskan untuk berpisah dari Jung-won dan menerima cinta Hwa-sin. Dan aku pun kembali terpapar Second Lead Syndrome. 


Memang aku bahagia ketika Hwa-sin dan Pyo Na-ri akhirnya bisa bersama. Tapi… tapi…apa salah Jung-won sih?? Secara fisik, Jung-won lebih ganteng, lebih tinggi, juga lebih kaya. Secara kepribadian juga gak kalah. Dia lebih baik, lebih sopan, gak kasar dan semena-mena sama Pyo Na-ri (macam Hwa-sin yang sok ganteng walau memang ganteng #bucindetected), selalu mendukung karier Pyo Na-ri, dan mempertahankan Pyo Na-ri di depan emaknya yang julid itu. Kurang apa coba?? Iya…. kurang cinta #ihiks


Pada akhirnya, Jung-won bisa menerima kenyataan bahwa cinta Pyo Na-ri bukan untuknya. Jung-won menunjukkan kebesaran hatinya sebagai seorang sahabat bagi Hwa-sin, dan ketulusan cintanya pada Pyo Na-ri. Tuh kaaan.... baik banget kaaan.... Rasanya pengen meluk dan bilang ke Jung-won, "Sini bang, sama adek aja, gak usah dekat-dekat sama mereka berdua!" Dan ternyata ini memang salah satu gejala penyakit "Second Lead Syndrome" ini hahaha



Salah satu gejala "Second Lead Syndrome". Been there done that! 
(sumber: Pinterest/kdramafighting.blogspot.com)


Drama ini adalah salah satu yang membuatku baper berkepanjangan. Butuh waktu cukup lama juga untuk move on dari drama ini. Menonton drama ini mengingatkanku pada rasa hati terblender yang kualami ketika aku menjadi second lead, ketika aku menjadi si hopeless itu. 


Aku tidak bisa ingat apa awalnya, tapi tiba-tiba aku jadi sering berbalas komentar dan pesan di medsos dengan seorang senior di kampus. Dari berbalas komentar, dia mengirimkan aku sebuah cd kompilasi mp3 Andrea Bocelli. Dikirim ke rumah, dibungkus dengan koran terbitan Aceh. Terbitan beberapa hari lalu. Ternyata kami sama-sama bertugas di Aceh, tapi beda kota. Setelah itu, cd kompilasi berlanjut dengan keripik pisang, yang berlanjut dengan roti pisang coklat, yang berlanjut dengan pertemuan dan jalan bareng beberapa kali. Awalnya ketemu ramean, lalu ketemu bertiga, lalu berdua. Bicara tentang A ke Z balik ke A. 


Demikianlah berjalan selama kurang lebih dua tahun. Tidak ada pernyataan, apalagi perayaan. Walaupun aku merasa tidak wajar kalau seusia kami hanya cari teman ngobrol, tapi aku pun tidak melakukan usaha apa-apa untuk memperjelasnya. 


Sampai akhirnya aku menemukan bahwa dia sudah punya pacar melalui sebuah postingan di medsos. Rasanya kesal sekali. Kesal karena sebagai teman aku harus tahu dari medsos. Tidak ada perasaan lain, hanya sampai sebatas kesal. Dan itu kusampaikan kepadanya. “Canggih bener ya gw harus tahu dari medsos!” Dia menanggapi protes ku dengan tertawa. 


Tak lama setelah aku tahu dia sudah punya pacar, dia pun pindah ke Jakarta karena mendapatkan pekerjaan baru. Kami tetap sering berkomunikasi, tidak ada yang berubah.  


Kemudian kekesalan berikutnya datang. Dia akan menikah, dan aku kembali tahu dari sepupunya, yang juga temanku. Malam sebelum pesta, aku masih bertemu dengan dia dalam rangka pekerjaan (ketika itu kami sedang terlibat dalam proyek yang sama). Tidak berdua saja untungnya. Dan ketika kutanya kenapa tidak cerita, dia cuman senyam-senyum saja. "Besok datang ya.."katanya di akhir pertemuan kami malam itu.


Besoknya aku datang ke pesta itu bersama teman-teman. Kami langsung menuju bagian gedung untuk pesta nasional. Pengantin belum naik, masih di acara adat. Aku duduk tidak jauh dari pelaminan. Tak lama, pengantin naik, dan bersiap untuk prosesi. Aku pun berdiri dan bertepuk tangan bersama para undangan lain untuk menyambut pengantin baru.


Ketika kulihat mereka berdua berjalan bersama menuju pelaminan, tiba-tiba saja hati ku penuh, air mata ku jatuh. Benar-benar di luar kesadaran. Persis adegan yang paling aku suka di drama-drama korea, ketika air mata jatuh begitu saja.  Perasaan rasanya bercampur aduk. Mixed feelings. Mirip-mirip lah dengan yang dirasakan Hwa Sin.. hahaha


Tentu saja aku bahagia karena temanku akhirnya menikah. Tapi di situ juga aku merasa tersengat oleh kenyataan bahwa ternyata aku menyimpan perasaan dan harapan. Ah, kenapa dulu gak dikejar ya. Kenapa dulu tidak mengambil langkah duluan dan bukannya menunggu pertanyaan. Kenapa tidak digunakan ketika banyak sekali kesempatan, sehingga mungkin kalau dulu lebih agresif, lebih usaha, bisa jadi saat ini aku yang ada di sampingnya. Dan banyak kenapa lain yang tidak akan berkesudahan.


Sepulang dari pesta itu aku sudah kembali berpijak pada kenyataan. Walaupun hati yang terblender ini tidak bisa pulih begitu saja, tapi setidaknya sudah bisa bernafas lega. Sudah menerima, dan dengan tulus ikhlas mendoakan mereka bahagia selamanya. 

Saturday, July 25, 2020

Adegan Tipikal yang Tetap Spesial

Selama hampir dua tahun terakhir menjadi drakorian, setelah kuhitung-hitung, ternyata drama Korea yang kutonton masih bilangan belasan. Dan dari yang beberapa belas itu, hampir semuanya (atau malah semuanya ya?) bergenre romance. Entah kenapa, genre lain selalu kalah menarik kalau dibandingkan genre romance. Saat ini aku sedang berusaha menyeimbangkan genre perdrakoran dengan mengikuti drama "Train" yang bergenre thriller. Memang ternyata beda sih setelan mood nya dibanding nonton romance.


Kembali ke drakor romance. 


Sebagaimana telah beberapa kali kubahas dalam tulisanku tentang perdrakoran, memang harus diakui bahwa para penulis cerita drama Korea memiliki kreativitas luar biasa, out of the box, fantasi tak terbatas, penuh konflik dan intrik. Walaupun demikian, ternyata tetap saja kita dapat menemukan kisah-kisah dan adegan-adegan klise, yang sepertinya menjadi adegan wajib dalam drama romance Korea. 


Meskipun klise dan sudah bisa ditebak karena berulang-ulang disaksikan dalam berbagai versi, adegan-adegan ini tidak membuat aku bosan menyaksikan bahkan menantikannya. Biarpun tipikal, tapi tetap membuat setiap drama menjadi spesial. Mau seklise manapun tidak jadi masalah, yang penting chemistry nya harus terasa merasuk ke hati dan jiwa.


Ada beberapa adegan klise drama romance yang menjadi favoritku, dan selalu kunanti-nantikan dalam setiap drama Korea.



1. Benci Jadi Cinta


Benci dan cinta itu betilafea alias beda tipis, sama-sama perwujudan rasa. Kalau terlalu benci bisa jadi cinta. Juga sebaliknya, terlalu cinta bisa jadi benci. 


Biasanya di episode awal akan dikisahkan tokoh utama pria dan tokoh utama wanita yang bermusuhan atau merupakan rival. Kedua tokoh ini biasanya karakternya sama-sama keras. Lalu pada episode selanjutnya, masing-masing tokoh akan menampakkan karakter lembutnya, yang membuat rivalnya jadi merasa ada yang berbeda. 


Ada sejuta versi kisah lainnya, tapi pada umumnya siklusnya begini: si pria dan wanita akan jadi kepikiran, lalu terpapar kegalauan, lalu terjerumus pada pengingkaran, lalu tersudut pada pengakuan, berlanjut pada pernyataan, ditutup dengan manis dengan kejadian. Kurang lebih seperti itu lah siklusnya. 


Walaupun sudah bisa ditebak, namun tetap saja proses benci ke cinta itu selalu menyenangkan, apalagi ketika kegalauan melanda. Wajah-wajah nelangsa yang menantikan malam berganti pagi agar dapat bertemu sang idaman hati. Huhuuy… suka!! 



2. Kissing Scene


First kiss, second kiss, playful kiss, passionate kiss, any kiss! 

Aku belum pernah menonton drama romance yang tidak ada kissing scene nya. Dari semuanya, aku paling suka adalah adegan kiss di drama “Goblin: The Great and Lonely God”. Ketika Kim-shin mencium Eun-tak yang setengah mabuk, dan setelah itu Eun-tak mencium Kim-shin dengan cepat, dan Kim Shin nampak terkejut tapi happy. Suka banget yang kiss kedua!



Kissing Scene Drama "Goblin" (sumber: Pinterest)


3. Saling Memandang 


Nah, ini nih… ketika kata-kata sudah tak bisa lagi menerjemahkan rasa, mari bicara lewat pandangan mata, lewat setiap perubahan raut wajah, kerutan alis, tarikan bibir, sorot mata yang menembus jiwa. Biasanya scene ini sering terjadi sebelum kissing scene ataupun almost kissing scene.

Aaaaawww… rasanya pengen gigit bantal! 



Adegan 'Tangkap Tangan' di Drama "Extraordinary You"
(sumber: Kpopmap)


4. Memandangi Pasangan Ketika Tidur dan 'Tangkap Tangan'


Adegan satu ini juga sering banget nih. Kisahnya juga bisa macam-macam. 


Si pria yang memandangi si wanita yang ketiduran di meja kerja atau meja sekolah, seperti di drama “Her Private Life” dan “Extraordinary You”. 


Atau si pria sedang sakit, si wanita menjaganya, lalu memandangi si pria sambil harap-harap cemas, seperti di drama “Her Private Life”, "What's Wrong With Secretary Kim", dan “Dinner Mate”. 


Mau versi yang mana saja, tetap suka! Dan entah kenapa, kalau pas akting tidur gitu, derajat kegantengan para oppa tampan ini langsung naik seribu kali lipat!


Biasanya ada satu scene klise lain yang mengikuti scene ini. Aku menyebutnya adegan 'tangkap tangan'. Ketika si wanita beranjak dari tempatnya setelah memandangi si pria, tiba-tiba, masih dengan mata terpejam, si pria menangkap tangan si wanita. Aiihh aiiihh....



Back hug ala Moon Gang-tae dalam Drama "It's Okay To Not Be Okay"
(sumber: Cosmo.ph)



5. Back hug

Karena dipeluk dari belakang itu rasanya sangat nyaman, memberikan rasa aman dan tenteram. Enough said.

Wednesday, July 22, 2020

Kisah Sehari di Era New Normal

Hari ini aku mainnya agak jauh. Hari ini sepupuku, yang juga pemilik perusahaan tempat aku bekerja, dan aku berurusan ke Notaris untuk perubahan anggaran dasar perusahaan. Karena notaris nya masih belum tiba di kantor, kami melipir dulu untuk makan siang dulu.

Kantor notaris ini terletak di daerah Tanjung Duren, yang mana merupakan salah satu surga makanan enak. Mata ku nyalang membaca plank-plank restoran di situ. Nasi campur, kwetiau goreng, pempek, pisang kipas, es campur kacang merah, .... #berkunang-kunang

Kami akhirnya memilih makan siang di restoran yang menyediakan menu bakmie ayam yang hanya berjarak dua ruko dari kantor Notaris. Bukan restoran fancy, tempatnya di ruko satu pintu, tapi kata sepupuku, ini salah satu bakmie ayam yang paling legendaris di ibukota.

Restoran itu setengah terisi. Tadinya kami mau makan di ruangan bagian dalam, yang dilengkapi AC. Ternyata AC tidak dinyalakan, mungkin mereka mengikuti anjuran dan protokol kesehatan selama masa pandemi ini. Sebenarnya kami juga tidak terlalu keberatan duduk di ruangan tanpa AC, seandainya salah satu pengunjung tidak sedang merokok. Sebal!

Di restoran itu tidak terlalu ketat penerapan protokol kesehatan masa pandemi. Tidak ada pengecekan suhu, tidak disediakan tempat cuci tangan dan sabun di depan. Aku kurang memerhatikan apakah di meja depan tadi ada disediakan hand sanitizer. Pengunjung memesan makanan di meja depan, persis di pintu masuk. Jadi pelayan tidak lagi datang ke meja-meja pengunjung untuk menanyakan pesanan. Semua pegawainya mengenakan masker dan penutup kepala.

Tidak ada pengaturan khusus untuk letak meja dan kursi. Memang aku belum pernah mengunjungi tempat itu sebelumnya, tetapi kalo dinilai dari jarak antarmeja, aku rasa tidak ada perubahan. Tidak sempit atau pas-pasan, tapi juga gak berjarak semeteran. Biasa aja. Pengunjung juga bebas kalau mau duduk empat orang dalam satu meja.

Pesanan kami pun datang. Satu mangkuk terdiri dari bakmie yang teskturnya kenyal dan empuk, dan irisan rebusan ayam kampung yang banyak. Kuahnya gurih khas kaldu ayam. Tambahannya hanya irisan daun bawang dan sambel. Kami juga memesan pansit goreng. Selain dua menu itu, mereka juga menyediakan bakso dan pansit rebus.

Bakmie Ayam nan Legendaris. Sedap! (dok.pribadi)

Rasanya beneran enak. Mengingatkanku pada bihun bebek yang terkenal di Kota Medan. Bedanya, yang ini tidak pakai sayuran sawi atau toge. Kelezatannya mampu membuat rasa rindu kuliner kampung halaman sedikit terobati. Sayangnya (atau malah untungnya? ) jaraknya cukup jauh dari kost-an. Rugi ongkir kalau pesan pakai ojol.

Setelah makan, kami merapat ke kantor Notaris. Semua orang menggunakan masker, dan walaupun ruangan ber-AC, bapak Notaris membuka pintu ruangannya. Kami tidak berlama-lama di sana. Setelah urusan selesai, kami pun bergerak pulang.

Sebelum pulang, kami singgah dulu ke Grand Indonesia. YAY!! Rasanya semangat sekali ketika akan masuk mall. Sejak akhir Maret, inilah pertama kalinya aku main ke mall. Tujuannya sih bukan mau jalan-jalan juga, tapi mau beli hati ayam di supermarket. Soalnya aku belum pede beli hati ayam secara online maupun di pasar di dekat rumah kost.

Di pintu masuk mall seperti biasa ada scanner untuk barang dan alat detektor yang harus kita lewati. Petugasnya menggunakan masker dan face shield. Sesampai di dalam, pengunjung melewati kamera dengan deteksi suhu, jadi tidak perlu “ditembak” lagi dijidat. Sepupuku menyenggolku, “Tuh, ayo senyum ke kamera”. Lalu dia melambai-lambaikan tangan ke arah kamera, dan aku pun mengikuti suri tauladannya hihihi

Seluruh petugas di mall menggunakan masker dan face shield. Biasanya di mall itu banyak tempat duduk tempat pengunjung menunggu atau beristirahat. Tempat duduk itu tetap ada, tapi jumlahnya jauh berkurang. Kami lalu singgah dulu di salah satu bank yang ada di lantai basement. Tujuannya sih hanya ke ATM, tapi karena letaknya ada di dalam area bank, tetap harus mengikuti protokol kesehatan. Sekali ini, akhirnya kejadian juga “ditembak” di jidat.

Setelah dari bank, kami lanjut ke supermarket. Di sini tidak ada urusan “tembak-menembak”. Tidak ada prosedur khusus untuk masuk ke supermarket. Seluruh petugasnya menggunakan masker. Setelah selesai belanja, kami pun pulang.

Ketika pulang, kami  melewati salah satu gerai kopi. Pengunjungnya cukup banyak, tetapi kelihatannya mereka sudah menjarangkan jarak antarmeja. Seingatku gerai kopi ini kalau penuh akan terlihat sesak karena letak meja yang berdekatan.

Secara umum, pengunjung mall maupun supermarket memang tidak banyak. Relatif sepi dibanding hari biasa pra-pandemi. Aku tidak tahu apakah pihak mall ataupun supermarket memberlakukan pembatasan jumlah pengunjung. Bisa jadi mereka punya sistem untuk menghitung jumlah pengunjung, walaupun aku tidak melihat ada alat penghitung atau sejenisnya.

Semua pengunjung yang berpapasan denganku menggunakan masker, beberapa bahkan menggunakan face shield. Bisa jadi kebetulan saja, karena mall itu cukup luas, dan praktis aku hanya singgah ke dua tempat tadi. Jadi aku tidak tahu apa yang terjadi apabila ada pengunjung yang tidak memakai maskernya, apakah akan diizinkan masuk, atau apakah akan ditegur petugas jika kejadiannya ketika sudah berada di dalam mall.

Pertama kali masuk mall setelah berbulan-bulan.
Wajib diabadikan! (dok.pribadi)

Dari pengalaman hari ini, aku melihat ada persamaan dan perbedaan ketiga tempat yang aku kunjungi hari ini. Persamaannya, semua pihak pemilik tempat (restoran, kantor, mall) menggunakan alat pelindung seperti masker dan faceshield. Perbedaannya, tidak semua mereka mewajibkan pengunjung menggunakan alat pelindung (dengan asumsi bahwa pihak mall lebih ketat dalam menerapkan hal ini).

Kesimpulannya, semua terpulang pada diri sendiri. Pemerintah memang mengeluarkan sederet peraturan beserta sanksi dan dendanya. Tapi mereka kan tidak mungkin menjaga setiap jengkal ruang publik di negara ini. Kesadaran menjaga kesehatan, menjaga kebersihan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, menjalankan protokol kesehatan, semua itu adalah tanggung jawab pribadi masing-masing. Itu adalah bagian kita sebagai masyarakat dalam usaha mengatasi pandemi ini.

Memang menggunakan masker itu rasanya menyesakkan. Tapi itu tidak sebanding dengan rasa sesak kalau kita sakit. Dan lebih tidak sebanding lagi dengan rasa sesak ketika kita tidak sakit namun orang-orang terdekat kita sakit karena kita yang menularkannya.

Lupakan masa lalu, jangan gagal move on berkelanjutan, halu tak berkesudahan. Ini adalah tatanan hidup baru. Yuk, sama-sama kita saling menjaga, supaya pandemi ini segera berlalu.


Tuesday, July 21, 2020

Her Private Life, My Dejavu

Seorang teman pernah bilang begini, “Gw gak ngerti ya kenapa pada suka nonton drama Korea. Ceritanya gak masuk akal. Mana ada manusia tertukar jiwanya, lalu bisa balik lagi.” Lalu si teman pun melanjutkan berbagai adegan drama tak masuk akal lainnya.


Aku punya dua hal untuk menjawab temanku ini. Pertama, itu masalah selera. Berbeda adalah hal biasa. Kedua, kisah drama pada umumnya dekat dengan kehidupan sehari-hari. Kisah cinta segitiga, perjuangan hidup, persaingan dunia kerja, sampai trauma masa lalu. Ketika menonton drama, kita merasa seakan-akan dejavu, kaya’ pengen bilang, “Aku tahu rasanya!!” Bikin baper.


Sayangnya, tidak seperti drama, kejadian nyata tidak selamanya berakhir bahagia, Di sini lah salah satu letak daya pikatnya. Drama seakan-akan memberikan ‘alternative ending’ pada kisah nyata tadi. 


Beberapa kali ketika menonton drama aku pun merasa dejavu. Kadang-kadang satu adegan kecil saja bisa bikin aku seketika terhenyak, dan seakan terlempar ke masa lalu. Dan ini terjadi ketika menonton drama “Her Private Life” dan kemudian drama “What’s Wrong With Secretary Kim”.


Poster "Her Private Life" dan "What's Wrong With Secretary Kim?"
(sumber: dramaslot.com)



Dalam kedua drama ini, Park Min Young menjadi pemeran utama wanita. Drama “Her Private Life” ia berpasangan dengan Kim Jae Wook, dan dalam drama “What’s Wrong With Secretary Kim” dengan Park Seo Joon. Kedua drama ini sama-sama mengisahkan hubungan asmara antara dua orang rekan sekerja. Dan bukan sekadar rekan sekerja, tapi antara atasan dengan bawahan. 


Di kedua drama ini, mereka (awalnya) merahasiakan hubungan mereka dari teman-teman sekerja di kantor, walaupun di drama "Her Private Life", mereka merahasiakannya untuk alasan yang berbeda. Bertukar pesan di depan semua orang, sehingga membuat senyum-senyum seharian. Hal ini membuatku teringat lagi pada kejadian belasan tahun lalu, ketika aku masih bekerja di Kota Bireuen untuk sebuah NGO.


NGO tempat ku bekerja tidak besar. Pada masa awal beroperasi, hanya ada 1 orang staf internasional dan 5 orang staff nasional. Seiring waktu, jumlah staf pun bertambah. Karena jumlah staf nasional tidak banyak, maka sering kali kami juga berperan sebagai penerjemah bagi para staf internasional. Aku termasuk salah seorang yang paling sering dapat tugas tambahan tadi. 


Sebut saja dia si Abang. Abang berasal dari salah satu negara balkan. Di antara semua staf internasional yang bertugas di Kota Bireuen, aku paling sering mendampingi Abang untuk menjadi telinga dan juru bicara. Di luar pekerjaan, kami sering mengobrol tentang apa saja. Aku selalu senang mendengarkan ceritanya tentang negara asalnya, tentang perang yang dulu terjadi di sana, dan perjalanan kariernya di NGO, yang berawal dari menjadi staf nasional seperti aku.  


Setelah beberapa bulan di Kota Bireuen, Abang pindah ke kantor Medan. Entah siapa yang memulai, sejak itu kami sering bertukar kabar lewat SMS, email, dan telepon. Masa itu belum ada android, belum kenal WhatsApp apalagi video call. Pembicaraan bukan hanya pekerjaan, tapi juga hal-hal kecil, remeh temeh keseharian. Kami juga sering bergosip tentang pekerjaan. Abang adalah teman bergosip yang menyenangkan haha


Setiap kali aku pulang ke Medan, maka pasti kami janjian untuk ketemu lalu ngobrol seharian. Kami sama-sama suka oldies, suka nonton film (Abang ngefans berat sama Sharon Stone) dan yang paling hakiki, we laugh at the same joke.  


Sampai suatu saat, Abang menyatakan perasaannya. Walaupun sempat bingung ( I didn’t see it coming at all -- kemungkinan karena aku yang bego aja sih.. haha) akhirnya aku menerima, karena ternyata ai juga sukaaa…hihi. Dan kami sepakat untuk merahasiakan hubungan kami. Alasan utama adalah, walaupun tidak langsung, Abang adalah atasanku. 


Sejak saat itu, komunikasi semakin intens. Setiap hari, sepanjang hari. Kalau kami kebetulan sedang ada di kantor yang sama karena pekerjaan, kami sering SMS-an dari ruangan masing-masing. Tentu saja di depan semua orang kami menjaga kelakuan supaya tidak ketahuan.


Pernah sekali hampir ketahuan. Ketika itu, sudah selesai makan malam, aku lagi pacaran via SMS sambil nonton TV dengan teman serumah, yang juga teman sekantor. Melihatku senyum-senyum terus sambil SMS-an, dia penasaran lalu merebut hp ku “Dari siapa sih??”. Jantung rasanya mau copot! Si kepo ini sempat membaca kencang-kencang dua kata pertama, sebelum aku merebut kembali hp dari tangannya. Hampir saja!


Sebenarnya buat teman-teman kantor, bukan hal yang aneh kalau aku SMS atau teleponan dengan si Abang, karena ketika Abang masih di kantor Bireuen, mereka pun sering melihat kami mengobrol lama. Mereka tahu kami dekat, tapi mereka tidak tahu sedekat apa hahaha 

 

Ada satu adegan di drama “Her Private Life” yang membuat aku dejavu. Ketika sedang piknik dengan orangtua Deok Mi, ibu Deok Mi ingin mereka berfoto bersama. Setelah selesai foto-foto berempat, ibu Deok Mi menyuruh Ryan dan Deok Mi berfoto berdua. Deok Mi langsung menolak dan hendak berjalan menjauh, namun Ryan menarik blazer Deok Mi sehingga kembali ke posisinya, yaitu di sebelah Ryan. 


Aku langsung dejavu ke kejadian serupa.


Ceritanya ini kami sudah jadian, dan Abang sedang tugas ke kantor Bireuen. Aku membantunya membalas beberapa email tentang pekerjaan. Kami menggunakan meja staff lain yang sedang ke lapangan, yang lebih besar ukurannya dari mejaku. Kami duduk bersebelahan, berbagi satu laptop, membaca email bersama, lalu Abang mendiktekan jawabannya dan aku mengetikkan. Sesekali kami berdiskusi tentang isi email, atau istilah yang digunakan. Secara kami sama-sama bukan native speaker, sesekali harus buka primbon juga. (Udah jelaslah ini emang pinter-pinteran si Abang aja buat kamuflase, padahal apa lah susahnya dia menjawab email-email itu). 


Tiba-tiba hp Abang bunyi. Ternyata dari Field Manager di Kantor Banda Aceh. Aku langsung bangun dari kursi dan beranjak menjauh. Eh… si Abang menarik bajuku, menahan aku pergi, sehingga aku mau tidak mau (tapi pasti mau) balik lagi duduk di sebelahnya, menunggu si Abang yang masih bicara ditelepon. Untung saja di sekitar kami tidak ada orang lain. Fiiuuhh!


Semua kisah ada akhirnya. Tidak seperti Ryan - Deok Mi, Young Joon - Mi So, dan sederet pasangan drama Korea lainnya, kisah kami punya akhir yang berbeda. 


Tidak bisa kubahasakan kenyamananku dengan Abang. Aku bisa bicara apa saja, membahas apa saja. Karena awalnya kami berteman, maka tidak perlu jaim-jaiman. Abang ini lucu dan romantis. Dia selalu membuat aku tertawa, selalu membuat aku merasa istimewa. So loved. Namun, aku tahu hubungan ini pasti sulit dilanjutkan, mengingat nature pekerjaan si Abang yang akan sering berpindah negara. Belum lagi urusan perbedaan suku, bangsa, ini dan itu. Waktu itu aku terlalu takut untuk berjuang. Daripada ditunda, disegerakan saja sakitnya. 


Dua tahun di Indonesia, Abang pindah ke negara lain untuk pekerjaan baru. Beberapa bulan sebelum Abang pindah, aku mengakhiri hubungan kami. 


Ketika itu Abang akan pulang ke negaranya untuk home leave selama 3 minggu. Beberapa hari sebelum Abang berangkat, aku sampaikan keinginanku untuk mengakhiri hubungan kami. Dan itu bukan kali pertama. Aku rasa akhirnya Abang bisa mengerti alasanku. Ketika pulang, Abang menjawab permintaanku itu dengan SMS yang sampai sekarang dan mungkin sampai kapanpun aku ingat. 


Abang: Can we still be friends?

Aku : Will you always love me?

Abang: Yes.

Aku: Then yes, we will always be friends.


Bodoh dan egois ya… tapi sudahlah.. Namanya juga anak muda hahaha


Setelah itu, Abang tetap mengirimkan SMS setiap hari, setidaknya mengucapkan selamat pagi. Sesekali bertelepon, dan Abang tetap jadi teman bergosip yang setia. Tidak jadi aneh, tidak jadi canggung, walaupun tentu saja tidak seintens dulu. Kadang-kadang aku kesambet entah apa, terus kumat, mancing-mancing ‘kekeruhan’. Abang akan langsung nge-cut dan tidak terpancing dengan kegilaanku.  


Sampai sekarang kami masih berteman baik. Berkirim email, mengucapkan selamat ulang tahun, mengupdate kabar tentang pekerjaan dan kehidupan. 


Tidak ada sesal, tidak ada sejuta kenapa. Bahagia walaupun tidak bersama. 


Sunday, July 19, 2020

Berani Memulai, Berani Berkreasi dengan VivoBook S14 S433

Tahun ini adalah tahun yang istimewa buatku. Tahun ini aku membuka lembaran baru dalam sejarah hidupku. Setelah sepuluh tahun bekerja di kota kelahiran, akhirnya aku kembali merantau, mengadu nasib dan peruntungan di kota yang masih menjadi ibukota negara tercinta, Kota Jakarta. 


Selama sepuluh tahun itu, sebenarnya beberapa kali aku mendapat tawaran untuk bekerja di kota lain. Namun aku masih enggan untuk menerimanya. Banyak keraguan yang menjadi penghalang. Apakah nantinya aku akan betah di tempat baru. Apakah lokasi pekerjaan itu aman. Bagaimana dengan orangtua, apakah mereka baik-baik kalau ditinggal berdua saja. Dan ada banyak pertanyaan lain, yang ujung-ujungnya membuat aku kerap menolak tawaran-tawaran itu.


Walaupun dengan malu hati, jujur harus aku akui, yang menjadi penghalang terbesar sebenarnya adalah ketakutanku untuk keluar dari zona nyaman. Tinggal dengan orang tua berarti tidak perlu memikirkan biaya kontrakan. Setiap pagi berangkat ke kantor, pulang menjelang malam, dan sampai di rumah makanan sudah tersedia. Lingkungan pertemanan adalah orang-orang yang sudah kukenal setidaknya separuh usia hidupku. Walaupun termasuk kota besar, namun pusat keramaian di Kota Medan sebenarnya tidak banyak, kegiatan yang dilakukan pun terbatas. Namun, karena aku anak rumahan, untukku itu tidak jadi persoalan. Aku lebih banyak ‘ngetem’ di rumah, atau sesekali jalan ke mall dengan Mami. 


Nyaman. Tanpa tantangan. Menghanyutkan. 


Akhir tahun 2019. Pekerjaan stagnan. Pendapatan mulai terasa pas-pasan, mengingat kebutuhan yang bertambah dan harga-harga yang kenaikannya sungguh mengagumkan. Selain itu, otak pun rasanya mulai karatan, jarang (bahkan tidak pernah) diasah dengan tantangan. Setelah bicara dengan keluarga dan mengumpulkan segenap keberanian, akhirnya aku putuskan untuk menerima tawaran seorang teman. Aku berangkat merantau ke ibukota dengan keyakinan, semua akan baik-baik saja. 


Setelah beberapa bulan dijalani, berbagai hal yang menjadi keraguanku tadi ternyata tidak menjadi persoalan besar. Pekerjaan berjalan lancar, rekan-rekan sekantor yang menyenangkan, kedua orang tua juga sehat dan baik-baik saja. Bahkan dalam masa pandemi COVID-19 ini, Puji Tuhan perusahaan tempat ku bekerja masih tetap memiliki sumber penghasilan, sehingga tidak ada karyawan yang harus dirumahkan. Masalah pasti ada, tetapi situasi membuat aku mau tidak mau harus beradaptasi, harus menggunakan pikiran untuk menemukan solusi. 


Sering sekali kita merasa tidak mampu menghadapi sesuatu. Padahal setelah dijalani, ternyata biasa-biasa saja. Aku masih harus banyak belajar untuk mengatasi keraguan, ketakutan, keengganan, kemanjaan, kemalasan, yang semuanya berujung satu. Melumpuhkan. Entah sudah berapa kesempatan yang mungkin sudah aku lewatkan karena ketakutan akan hal-hal yang sebenarnya tidak jelas apa. Entah sudah berapa banyak potensi dan talenta yang aku sia-siakan. Padahal yang dibutuhkan hanya sedikit keberanian, kemauan untuk berusaha, dan tak lupa berdoa. Dan kita tidak perlu menjalaninya sendiri. Ada keluarga dan teman-teman yang akan menyemangati. Kalau tidak ada, ya dicari. Ada banyak sekali komunitas hobi yang dengan mudah kita temukan lewat media sosial. 


Katanya, ubahlah pola pikirmu, maka hal itu akan merubah perilakumu, yang kemudian akan mengubah hidupmu. Tidak mudah mengubah kebiasaan yang sudah berurat berakar, namun langkah untuk berubah harus dimulai. Mulai dari hal-hal kecil dahulu, yang terus dilatih hingga menjadi kebiasaan.


Salah satu langkah kecil yang aku ambil adalah kembali aktif menulis. Ketika masih kuliah sampai masa awal bekerja, aku masih rajin menulis di blog. Namun kemudian, karena kesibukan pekerjaan (dan sejuta alasan lain) aku berhenti melakukannya. Karena ajakan dan dorongan seorang teman, aku mulai menulis lagi. Setelah dilakukan dengan rutin, aku menemukan bahwa menulis, dan membaca kembali tulisanku, ternyata menjadi bentuk terapi tersendiri untukku, menjadi pengingat dan penyemangat.


Supaya tetap termotivasi, aku bergabung dengan sebuah komunitas menulis. Komunitas ini kemudian tidak hanya sekadar menjadi teman menulis, tetapi juga menjadi teman berbagi dan saling menyemangati dalam suka dan duka. Berkat motivasi dari teman-teman komunitas, sampai hari ini aku tetap rutin menulis dan mengaktifkan blog ku yang sempat mati suri. Bahkan salah satu tulisanku pada sebuah media warga ternama pernah diangkat menjadi Artikel Utama. Rasanya bangga dan bahagia luar biasa, dan merupakan bukti bahwa ternyata aku bisa. 


Untuk kebutuhan pekerjaan dan hobi menulisku, selama ini aku menggunakan sebuah laptop yang usianya sudah cukup lama. Kalau diumpamakan manusia, laptopku ini sudah beranjak dewasa. “Tubuh”nya mulai suka cenut-cenut. Kadang-kadang kalau baterainya terlalu panas, laptop tersayang ini mendadak ‘pingsan’ alias shutdown mendadak tanpa pemberitahuan. Mungkin sudah tiba saatnya untuk diistirahatkan, dan dicarikan penggantinya. 


Beberapa kali browsing dan membaca ulasan tentang produk laptop terbaru, masih belum ada yang menarik perhatianku. Sampai aku menemukan artikel tentang produk ASUS terbaru dari seri VivoBook, yaitu VivoBook S14 S433. 


ASUS VivoBook S14 S433, premium, trendi, dan elegan



Laptop VivoBook S14 S433 ini merupakan tipe VivoBook yang paling trendi dengan performa terbaik dan penampilan yang gaya, unik, dan elegan. Fitur yang dimiliki laptop ini semuanya premium dengan mengadopsi teknologi yang terbaru.  



Spesifikasi dengan Fitur Premium 


Laptop berukuran 14 inci menggunakan prosesor Intel Core 10th Generation yang hemat daya dengan dukungan fitur premium seperti fingerprint sensor, teknologi fast charging, serta backlit keyboard. Laptop ini juga sudah mendukung login dengan mudah lewat fitur Windows Hello, yang memanfaatkan sensor sidik jari, dan terintegrasi dengan sistem Windows 10. 


Fitur Windows Hello, login jadi mudah, cepat, dan aman


Windows Hello merupakan fitur yang memudahkan pengguna untuk masuk ke dalam sistem tanpa harus mengetikkan password. Selain dapat login dengan lebih cepat dan praktis, Windows Hello juga membuat laptop menjadi lebih aman karena tidak dapat diakses orang sembarang orang. 


VivoBook S14 S433 ini memiliki performa lebih baik daripada generasi sebelumnya. Tidak hanya powerful, namun juga hemat daya. Didukung dengan chip grafis NVIDIA GeForce MX250 serta penyimpanan berupa PCIe SSD, memori 8 GB DDR4 RAM, laptop ini sangat mumpuni untuk mendukung berbagai aktivitas penggunanya. Bekerja, mengolah foto maupun video, mengikuti berbagai seminar maupun rapat secara online, sampai bermain game dan menikmati hiburan lain, semuanya bisa dilakukan dengan laptop ini. Performa baterai terbaik serta penggunaan hardware hemat daya membuat VivoBook S14 S433 sangat sesuai untuk gaya hidup modern yang produktif dan aktif.  


VivoBook S14 S433 telah dilengkapi dengan beragam konektivitas modern, salah satunya adalah WiFi 6, yang merupakan teknologi komunikasi data nirkabel generasi terbaru. WiFi 6 menjanjikan kecepatan transfer data yang lebih tinggi, kapasitas jaringan hingga empat kali lipat lebih banyak, dan latency hingga 75% lebih rendah. Untuk konektivitas lain, laptop ini dilengkapi dengan beragam port termasuk USB 3.2 (Gen 1) Type-C yang dapat dimanfaatkan untuk mengkoneksikan VivoBook S14 S433 dengan berbagai perangkat eksternal.



Lebih Unik, Lebih Berwarna, Lebih Bergaya


VivoBook S14 S433 hadir dalam 4 pilihan warna: Indie Black, Gaia Green, Dreamy Silver, dan Resolute Red. Selain mencerminkan kepribadian penggunanya, warna pilihan ini pun dapat menjadi motivasi dan penyemangat dalam beraktivitas. 




Empat Warna Pilihan - Cerminan Pribadi yang Unik dan Elegan


Tampil dengan bodi yang sangat tipis dan ringan untuk laptop di kelasnya, VivoBook S14 S433 ini bobotnya hanya 1,4 kg dengan ketebalan 15,9 mm. Praktis dibawa bepergian, dan yang pasti tidak bakalan bikin pundak lelah dan pegal.  


Bodi Tipis dan Ringan, Praktis Untuk yang Aktif


Uniknya lagi, bagian belakang layar laptop ini memang didesain lebih simpel, layaknya sebuah kanvas kosong. Laptop akan terasa lebih personal dengan berbagai stiker eksklusif yang dihadirkan oleh ASUS. Stiker tersebut merupakan hasil kerjasama ASUS dengan Muchlis Fachri, atau yang lebih akrab dikenal dengan Muklay, seorang seniman visual asal Jakarta. 


Stiker Karya Muklay yang Eksklusif



Selain stiker, ASUS juga bekerjasama dengan Billionaire’s Project, sebuah apparel brand asal Jakarta yang digagas oleh sekelompok pemuda, untuk menyiapkan T-shirt eksklusif bertemakan VivoBook S14 S433. T-shirt ini tersedia secara online, dan hasil penjualan t-shirt eksklusif ini akan disumbangkan untuk membantu upaya pemberantasan wabah COVID-19. 


T-shirt Eksklusif Bertema VivoBook S14 S433 dari Billionaire's Project


Nama ASUS sendiri sudah merupakan jaminan kualitas. ASUS adalah perusahaan multinasional sekaligus produsen motherboard, PC, monitor, kartu grafis dan router terbaik di dunia. ASUS berhasil memperoleh berbagai penghargaan sepanjang tahun 2018 termasuk Forbes’ Global 2000 Top Regarded Companies, Thomson Reuters’ Top 100 Global Tech Leaders, dan Fortune’s Most Admired Companies. Dengan pengakuan berkelas internasional, tentu keunggulannya tidak perlu diragukan lagi. 


Semakin ditelaah semakin jelas bahwa laptop VivoBook S14 S433 ini benar-benar keren luar dalam! Dengan fitur premium dan segala keunikannya, tentunya akan mendukung semangatku untuk bekerja, berekspresi, dan menggali berbagai potensi yang aku miliki. 



Tulisan ini disertakan dalam kompetisi menulis “Dare To Be You With ASUS VivoBook S14 S433”, yang diselenggarakan oleh ASUS Indonesia bekerja sama dengan Keluarga Biru



Friday, July 17, 2020

Sound Track of My Heart

Kesuksesan sebuah drama biasanya juga dibarengi oleh kesuksesan lagu-lagu yang mengisi original soundtrack (OST) drama tersebut. Lagu-lagu ini memang memegang peranan yang cukup penting. Baik yang diletakkan di awal drama, di akhir drama, atau yang bertujuan mendukung situasi pada adegan tertentu. Lagu-lagu ini kemudian menjadi identitas dari drama tersebut.

Lagu yang menjadi OST bisa dipilih oleh PD-nim dari lagu yang sudah ada, disesuaikan dengan cerita dan karakter drama. Ada juga lagu yang memang diciptakan khusus untuk satu drama, misalnya lagu “Sweet Night” yang dinyanyikan oleh Kim Tae-hyung alias V BTS, khusus diciptakan untuk mengisi original soundtrack (OST) drama Itaewon Class.

Bucin fact. Jadi V BTS ini bersahabat dengan Park Seo-joon, pemeran utama pria dalam drama Itaewon Class. Mereka berdua, dan empat orang aktor tampan lainnya, bersahabat setelah berperan dalam drama “Hwarang: The Poet Warrior Youth”. V BTS adalah yang paling muda diantara mereka berenam, dan V menyebut mereka Hwarang hyung.

Kesukaan ku akan suatu drama tentu saja seiring sejalan dengan kesukaan ku akan lagu-lagu yang menjadi OST nya. Biasanya ketika sedang mengikuti sebuah drama, aku akan ‘dihantui’ oleh OST drama tersebut. Beruntunglah aku bucin yang malas dan kurang modal ini, banyak sekali penggemar yang rajin mengupload video OST drama di YouTube. Selain dilengkapi dengan liriknya dalam bahasa hangul, romanisasi, dan terjemahannya, sering pula disertakan dengan video cuplikan adegan dari drama tersebut. Kadang-kadang malah bisa jadi spoiller. Cara yang lebih aman, carilah video yang hanya menampilkan gambar atau still dari drama tersebut. Bisa juga dengan mendengarkannya melalui Spotify. Dijamin bebas spoiller!

Mendengarkan OST juga bisa menjadi penghibur di kala gagal move on dari drama tersebut. Tapi jangan harap membuat sembuh ya, yang ada malah akan makin terjerumus hihi  

Ada banyak lagu-lagu OST drama yang menjadi favoritku, antara lain:


♯ "Stay With Me" – Chanyeol & Punch dan "Beautiful" – Crush.

Kedua lagu ini adalah OST drama “Goblin: The Great and Loney God”. Di suatu masa, setiap hari aku mendengarkan  satu album OST ini, ketika bekerja di kantor, sampai ketika cuci piring sehabis makan malam. Aku suka semua lagunya, tapi paling suka sama kedua lagu tadi. Lagu “Stay With Me” benar-benar ‘stay with me’, suka main sendiri di kepala hahaha Lagu ini menjadi lagu penutup setiap episode drama Goblin. Lagu “Beautiful” jadi lebih istimewa, setelah aku mendengar Jung-kook BTS menyanyikannya. #bucindetected


♯ "Geu Namja" – Hyun Bin

Lagu ini adalah salah satu OST drama Secret Garden, yang diperankan Hyun Bin dan Ha Ji-won. Masa-masa baru kenal sama drakor, dan ini adalah drama Hyun Bin pertama yang kutonton. Setiap dengar lagu ini rasanya seperti ikutan sedih, ikutan nelangsa. Nelangsa liat kegantengan oppa haha

 

♯ "Still Fighting It" – Lee Chan Sol 

Lagu ini adalah OST drama "Itaewon Class". Pertama kali dengar lagu ini, aku langsung suka. Pertama karena iramanya yang britpop. Kedua karena arti lagu ini, yang karena berbahasa Ingris, lebih cepat kutangkap maknanya.

Lagu “Still Fighting It” pertama sekali dirilis tahun 2002 oleh penyanyi dan penulisnya, Ben Folds. Lagu ini ditulis untuk anaknya yang bernama Louis.

Dengar saja liriknya yang begitu dalam. 

“Everybody knows it hurts to grow up (and everybody does) It’s so weird to be back here. Let me tell you what. The years go on and we’re still fighting it. We’re still fighting it”.

Lagu itu seakan-akan dinyanyikan ayahnya untuk Park Sae-ro-yi untuk menyemangatinya berjuang dalam hidup.

 

♯ "Photo of My Mind" – Song Ga-in 

Semua lagu OST drama Crash Landing On You enak untuk didengarkan, menghanyutkan jiwa. Aku paling suka ini, yang diawali dengan suara Song Ga-in bernyanyi tanpa iringan musik. 

Pertama sekali dengar lagu ini ketika Se-ri diculik, lalu penculiknya memaksa Se-ri menelepon Capt. Ri. Ketika terdengar suara tembakan, lalu lagu ini dimainkan. Huwaa... pedih!

 

♯ "When I’m in Busan" – Jung Kyung-ho 

Lagu ini adalah OST drama "When Devil Calls Your Name". Seperti beberapa drama lain, lagu-lagu OST drama ini juga banyak yang aku suka. Apalagi beberapa diantaranya dinyanyikan Sondia, yang langganan bikin lagu OST drama.

Dalam drama ini, dikisahkan seorang pemusik, Ha Rib(Jung Kyung-ho) yang menjual jiwanya kepada iblis (Park Sung-woong) demi ketenaran dan usia muda. Ha Rib kemudian berhasil mencapai impiannya, lagu-lagunya menjadi hits. Ternyata semua ketenaran dan kesuksesannya adalah hasil mencuri talenta Lee-kyung (Lee Seol), seorang pemusik muda yang sial melulu hidupnya.

Lagu ini berkesan karena ini adalah lagu yang dinyanyikan Jung Kyung-ho pertama yang aku dengar.

 

Selain lagu-lagu tadi, aku suka semua lagu OST Hospital Playlist, dan yang paling fresh, semua lagu OST Dinner Mate. Kapan-kapan kita cerita lagi ya tentang lagu-lagu itu.