Tuesday, July 28, 2020

Yang "Kedua", Sang Penggembira (Hati yang Terblender)

Karena menonton drama Korea adalah salah satu sumber bahagia, maka drama Korea yang kutonton wajib hukumnya berakhir bahagia. Bila tak berakhir bahagia, hempaskan saja. Atau, karang sendiri  aja akhir bahagia nya hihi


Bahagia artinya walaupun segala aral melintang menghalangi hubungan kisah kasih asmara antara lead male (pemeran utama pria) dengan lead female (pemeran utama wanita), niscaya di episode terakhir mereka akan bersama. Khususnya di tema cinta segitiga, seringkali kebahagiaan mereka terjadi di atas penderitaan si second lead (pemeran pembantu). 


Walaupun sesungguhnya sudah suratan nasib bahwa second lead tidak akan pernah mendapatkan hati sang pujaan, pernah gak sih sebagai penonton kamu merasa lebih berpihak sama si second lead, dan berharap kisah itu berakhir berbeda? Bahwa si second lead pun berhak atas akhir yang bahagia? 


“Penyakit” sedemikian disebut “Second Lead Syndrome”. Dari hasil membrowsing, aku menemukan definisi penyakit ini yang paling pas, sebagaimana dijabarkan di channel The Swoon di YouTube.


"Second Lead Syndrome" adalah suatu kondisi dimana si penderita lebih menyukai second lead daripada first lead, dan berharap sungguh-sungguh kiranya si second lead yang memperoleh hati wanita pujaan, walaupun berdasarkan tuntutan skenario itu adalah hal yang mustahil; dan ketika kisah berakhir sebagaimana yang sudah seharusnya, si penderita sulit menerima patah hati dan ketidakadilan yang dialami second lead. Tidak bisa disembuhkan, tidak ada obatnya, dan tentunya tidak masuk logika. 


Belum sah jadi drakorian kalo belum kena ‘penyakit’ yang satu ini hahaha


Ketika menonton drama “Jealousy Incarnate”, aku terpapar "Second Lead Syndrome". Bukan cuman satu kali, tapi dua kali! Drama ini cukup unik, di mana pada bagian awal, lead male-nya (uri Cho Jung-seok oppa) sempat berperan sebagai second lead.


Tidak mudah bagi Hwa-sin melihat kebersamaan Pyo Na Ri, wanita yang tiga tahun naksir dirinya, dengan Ko Jung-won, sahabatnya. Hwa-sin jadi menyadari perasaannya ke Pyo Na-ri. Mungkin awalnya semata karena tidak terima kehilangan fans. Rupanya lebih dari itu. Dan kesadaran itu menimbulkan penyesalan, hopeless, sedih, palak, dan juga rasa bersalah, karena sebagai sahabat, Hwa-sin seharusnya bahagia ketika Jung-won menemukan pasangannya. Semua rasa bercampur aduk, hati rasa diblender, sampe nangis beberapa kali tuh...


Kemudian, Hwa-sin menyatakan perasaannya pada Pyo Na-ri, Pyo Na-ri pun menyadari bahwa cintanya ke Hwa-sin masih terpatri abadi, dan memutuskan untuk berpisah dari Jung-won dan menerima cinta Hwa-sin. Dan aku pun kembali terpapar Second Lead Syndrome. 


Memang aku bahagia ketika Hwa-sin dan Pyo Na-ri akhirnya bisa bersama. Tapi… tapi…apa salah Jung-won sih?? Secara fisik, Jung-won lebih ganteng, lebih tinggi, juga lebih kaya. Secara kepribadian juga gak kalah. Dia lebih baik, lebih sopan, gak kasar dan semena-mena sama Pyo Na-ri (macam Hwa-sin yang sok ganteng walau memang ganteng #bucindetected), selalu mendukung karier Pyo Na-ri, dan mempertahankan Pyo Na-ri di depan emaknya yang julid itu. Kurang apa coba?? Iya…. kurang cinta #ihiks


Pada akhirnya, Jung-won bisa menerima kenyataan bahwa cinta Pyo Na-ri bukan untuknya. Jung-won menunjukkan kebesaran hatinya sebagai seorang sahabat bagi Hwa-sin, dan ketulusan cintanya pada Pyo Na-ri. Tuh kaaan.... baik banget kaaan.... Rasanya pengen meluk dan bilang ke Jung-won, "Sini bang, sama adek aja, gak usah dekat-dekat sama mereka berdua!" Dan ternyata ini memang salah satu gejala penyakit "Second Lead Syndrome" ini hahaha



Salah satu gejala "Second Lead Syndrome". Been there done that! 
(sumber: Pinterest/kdramafighting.blogspot.com)


Drama ini adalah salah satu yang membuatku baper berkepanjangan. Butuh waktu cukup lama juga untuk move on dari drama ini. Menonton drama ini mengingatkanku pada rasa hati terblender yang kualami ketika aku menjadi second lead, ketika aku menjadi si hopeless itu. 


Aku tidak bisa ingat apa awalnya, tapi tiba-tiba aku jadi sering berbalas komentar dan pesan di medsos dengan seorang senior di kampus. Dari berbalas komentar, dia mengirimkan aku sebuah cd kompilasi mp3 Andrea Bocelli. Dikirim ke rumah, dibungkus dengan koran terbitan Aceh. Terbitan beberapa hari lalu. Ternyata kami sama-sama bertugas di Aceh, tapi beda kota. Setelah itu, cd kompilasi berlanjut dengan keripik pisang, yang berlanjut dengan roti pisang coklat, yang berlanjut dengan pertemuan dan jalan bareng beberapa kali. Awalnya ketemu ramean, lalu ketemu bertiga, lalu berdua. Bicara tentang A ke Z balik ke A. 


Demikianlah berjalan selama kurang lebih dua tahun. Tidak ada pernyataan, apalagi perayaan. Walaupun aku merasa tidak wajar kalau seusia kami hanya cari teman ngobrol, tapi aku pun tidak melakukan usaha apa-apa untuk memperjelasnya. 


Sampai akhirnya aku menemukan bahwa dia sudah punya pacar melalui sebuah postingan di medsos. Rasanya kesal sekali. Kesal karena sebagai teman aku harus tahu dari medsos. Tidak ada perasaan lain, hanya sampai sebatas kesal. Dan itu kusampaikan kepadanya. “Canggih bener ya gw harus tahu dari medsos!” Dia menanggapi protes ku dengan tertawa. 


Tak lama setelah aku tahu dia sudah punya pacar, dia pun pindah ke Jakarta karena mendapatkan pekerjaan baru. Kami tetap sering berkomunikasi, tidak ada yang berubah.  


Kemudian kekesalan berikutnya datang. Dia akan menikah, dan aku kembali tahu dari sepupunya, yang juga temanku. Malam sebelum pesta, aku masih bertemu dengan dia dalam rangka pekerjaan (ketika itu kami sedang terlibat dalam proyek yang sama). Tidak berdua saja untungnya. Dan ketika kutanya kenapa tidak cerita, dia cuman senyam-senyum saja. "Besok datang ya.."katanya di akhir pertemuan kami malam itu.


Besoknya aku datang ke pesta itu bersama teman-teman. Kami langsung menuju bagian gedung untuk pesta nasional. Pengantin belum naik, masih di acara adat. Aku duduk tidak jauh dari pelaminan. Tak lama, pengantin naik, dan bersiap untuk prosesi. Aku pun berdiri dan bertepuk tangan bersama para undangan lain untuk menyambut pengantin baru.


Ketika kulihat mereka berdua berjalan bersama menuju pelaminan, tiba-tiba saja hati ku penuh, air mata ku jatuh. Benar-benar di luar kesadaran. Persis adegan yang paling aku suka di drama-drama korea, ketika air mata jatuh begitu saja.  Perasaan rasanya bercampur aduk. Mixed feelings. Mirip-mirip lah dengan yang dirasakan Hwa Sin.. hahaha


Tentu saja aku bahagia karena temanku akhirnya menikah. Tapi di situ juga aku merasa tersengat oleh kenyataan bahwa ternyata aku menyimpan perasaan dan harapan. Ah, kenapa dulu gak dikejar ya. Kenapa dulu tidak mengambil langkah duluan dan bukannya menunggu pertanyaan. Kenapa tidak digunakan ketika banyak sekali kesempatan, sehingga mungkin kalau dulu lebih agresif, lebih usaha, bisa jadi saat ini aku yang ada di sampingnya. Dan banyak kenapa lain yang tidak akan berkesudahan.


Sepulang dari pesta itu aku sudah kembali berpijak pada kenyataan. Walaupun hati yang terblender ini tidak bisa pulih begitu saja, tapi setidaknya sudah bisa bernafas lega. Sudah menerima, dan dengan tulus ikhlas mendoakan mereka bahagia selamanya. 

2 comments:

Risna said...

ini lebih tepatnya yang kedua yang terblender hatinya asal yang pertama pasti bahagia ya

Dwi Tobing said...

hahaha... yang kedua pun harus bahagia la... pande2 lah bikin diri bahagia :p

btw sudah ditambahin tuh judul keduanya...
drakor pisan, judul aja dua :D