Saturday, August 29, 2020

Pengaruh Gen Terhadap Kesehatan

 Selama masa pandemi ini, sering sekali diadakan webinar, baik yang gratis maupun berbayar. Webinar ini menggantikan seminar, yang sebelumnya diadakan secara tatap muka langsung. Topiknya pun bermacam-macam, mulai dari kesehatan, hukum, manajemen, wirausaha, sampai kelas memasak dan make-up. Dari antara banyak webinar itu, yang paling sering aku ikuti adalah topik tentang kesehatan dan manajemen. Apalagi seorang sepupuku, Christin, adalah dokter spesialis gizi yang kerap menjadi narasumber. Christin selalu membagikan informasi tentang webinar dimana dia terlibat melalui WA Grup Keluarga Tobing. Semua webinar yang dibagikan Christin tidak hanya gratis, bahkan kadang-kadang ada hadiah bagi peserta.

Sekali waktu, Christin membagikan ke WAG tentang webinar dengan topik “How To Treat Heart Disease Based On Gene”. Webinar ini diadakan oleh RS. Jantung Diagram, bekerja sama dengan KALBE dan nutriGen-Me. Topik ini cukup menarik, sehingga cukup banyak dari keluarga kami yang mengikutinya. Apalagi dua orang Uda dan Amangboruku sudah pernah mendapat serangan jantung. Mereka sudah pasang ring dan bypass. Puji Tuhan, sampai saat ini mereka baik-baik saja.


Sebagaimana topiknya, webinar ini membahas seputar penyakit jantung dan terapi yang tepat sehubungan dengan gen yang dimiliki oleh masing-masing orang. Wah, aku baru tahu, ternyata Christin sudah bersertifikat untuk membaca hasil pemeriksaan gen. Hebat euy! 


Sebagai awam, kita sering bertanya-tanya. Kenapa ya kalau aku minum kopi, padahal sedikiiit saja, tapi jantung udah deg-degan gak karuan? Padahal, ada orang yang minum kopi bergelas-gelas, hidupnya santai aja tuh. Seperti tidak ada pengaruh sama sekali. Atau mungkin juga kita khawatir, ketika dari keluarga ayah ada bawaan sakit jantung, dan dari keluarga ibu bawaan diabetes, terus sebagai keturunannya, kita harus ottokee?


Dalam webinar ini Christin menjelaskan bahwa masing-masing orang memiliki penerimaan atau respon yang berbeda terhadap segala sesuatu yang masuk ke dalam tubuh. Hal itu tergantung gen yang dimiliki setiap orang. Tipe nya ada macam-macam. Sudah pasti aku tidak menghafalnya...hehehe Perbedaan tipe gen ini mempengaruhi bagaimana penerimaan kita terhadap sesuatu. 


Kita ambil saja satu contoh. Untuk menurunkan resiko serangan jantung, maka kita harus menurunkan kadar homosistein di dalam tubuh. Hal ini dapat dilakukan salah satunya dengan mengonsumsi folat. Nah, kemampuan menyerap folat ini bisa berbeda untuk tiap orang. Orang dengan tipe X apabila mengonsumsi makanan yang mengandung 400 mb folat, maka seluruh tubuhnya akan menyerap dan menggunakan. Namun orang dengan tipe Y, mungkin hanya mampu menyerap dan menggunakan 200 mg folat. Sehingga orang dengan tipe Y ini harus menemukan cara untuk menambah asupan folat yang diserap oleh tubuhnya, misalnya dengan menambah konsumsi makanan yang mengandung folat.


Hal yang sama juga dapat diaplikasikan pada penyerapan sodium dan berbagai vitamin. 


Masalahnya, sangat jarang kita yang tahu dengan jelas kita memiliki gen yang seperti apa dan apa pengaruhnya. Ternyata ada test nya lho. Harganya memang cukup mahal, harga promosi saja dibanderol 8 juta Rupiah. Namun, pemeriksaan genetik yang komprehensif ini dapat dipandang sebagai suatu investasi. Sebab, ternyata banyak sekali hal yang bisa kita antisipasi, apabila kita tahu tipe gen dan kromosom kita.


Dalam webinar tadi ada salah satu peserta yang menanyakan, apabila dari garis keturunan ayah dan ibu membawa turunan penyakit tertentu, apakah itu artinya keturunannya akan menderita penyakit tersebut? Jawabannya, belum tentu. Namun, karena ada faktor genetik tadi, resiko si anak/keturunan menderita penyakit tertentu tadi lebih besar dibandingkan mereka yang tidak memilikinya. Oleh sebab itu, si anak tersebut harus lebih banyak melakukan tindakan-tindakan pencegahan.


Mengikuti webinar ini, aku mencatat beberapa poin untuk menjadi pengingat. Pertama, kita harus mengenal tubuh kita dengan baik. Pemeriksaan genetik sudah jelas lebih akurat, namun tanpa itu pun, kita harus jeli mengenali reaksi diri kita terhadap sesuatu. Kedua, lebih baik mencegah daripada mengobati. Pencegahan terbaik adalah memiliki gaya hidup yang sehat dan teratur, baik jasmani maupun rohani.


Harus diakui aku sendiri masih jauh dari gaya hidup sehat ini. Masih suka makan sembarangan, jarang olahraga, dan sering tidur larut (seperti malam ini). Namun pastinya tidak ada kata terlambat untuk memulai sesuatu yang baik. Semangat!


No comments: